Minggu, 28 Februari 2010

KRIMINOLOGI

SILABUS MATA KULIAH
STKIP ARRAHMANIYAH


Mata Kuliah : Kriminologi
Kode Mata Kuliah :
SKS : 3 (Tiga)
Semester : 6 (Enam)
Program Studi : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


I. STANDAR KOMPETENSI KELULUSAN

Mata kuliah kriminologi ditujukan untuk memberikan wawasan yang memadai tentang definisi kriminologi serta mashab-mashab yang berkaitan dengan kriminologi, bentuk-bentuk kriminal, penyimpangan sosial, memahami teori-teori tentang kriminologi serta memahami masalah kejahatan kekerasan persepsi teoritis, serta memahami hakekat kriminologi, tujuan dan manfaat, ruang lingkup kriminologi. mengetahui perkembangan kriminologi sebagai suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri, dapat menganalisis pertumbuhan kriminologi di Indonesia, dan mengetahui sebab-sebab terjadinya kriminalitas, penyimpangan sosial, dan delikuensi moral/kenakalan remaja, serta mengenal implikasi untuk membina sikap dan memotivasi serta kemampuan untuk menemukan cara-cara penanggulangan berbagai tindak kriminal, penyimpangan sosial, dan delikuensi anak/kenakalan remaja, selanjutnya mengetahui perbedaan Hukum Pidana, azas-azas dan macam-macam pemidanaan, ruang lingkup berlakunya Hukum Pidana Indonesia

II. KOMPETENSI DASAR

Kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh mahasiswa dalam perkuliahan Kriminologi adalah agar mahasiswa dapat :
1. Mengetahui tentang definisi kriminologi serta mashab-mashab yang berkaitan dengan kriminologi, bentuk-bentuk kriminal, penyimpangan sosial.
2. Mengetahui teori-teori tentang kriminologi serta memahami masalah kejahatan kekerasan persepsi teoritis.
3. Memahami hakekat kriminologi, tujuan dan manfaat, ruang lingkup kriminologi.
4. Memahami perkembangan kriminologi sebagai suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri
5. Menganalisis pertumbuhan kriminologi di Indonesia
6. Memahami sebab-sebab terjadinya kriminalitas, penyimpangan sosial, dan delikuensi moral/kenakalan remaja
7. Implikasi untuk membina sikap dan memotivasi serta kemampuan untuk menemukan cara-cara penanggulangan berbagai tindak kriminal, penyimpangan sosial, dan delikuensi anak/kenakalan remaja.
8. Mengetahui perbedaan Hukum Pidana, azas-azas dan macam-macam pemidanaan, ruang lingkup berlakunya Hukum Pidana Indonesia

III. STRATEGI PERKULIAHAN

Perkuliahan Kriminologi strategi Student Active Learning yang diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan antara lain mahasiswa menganalisis topik-topik perkuliahan, menyusunnya dalam bentuk makalah. Kegiatan ini dilakukan secara kelompok yang selanjutnya akan digunakan sebagai bahan untuk diskusi.
Dalam perkuliahan Dosen berperan sebagai fasilitator. Oleh sebab itu metode perkuliahan mencakup :
- Problem Based Learning
- Case Study
- Group Disscussion
- Presentation
- Brian Storming

IV. EVALUASI
Evaluasi didasarkan pada pembuatan tugas, aktivitas selama diskusi, evaluasi melalui ujian mid semester dan evaluasi melalui ujian semester.
1. Komponen Evaluasi
 Tatap muka : 20%
 Tugas terstruktur : 20%
 UTS : 20%
 UAS : 40%
2. Konversi Nilai Angka ke Huruf
80 – 100 = A
68 – 79 = B
56 – 67 = C
45 – 55 = D
0 – 44 = E

V. SATUAN ACARA PERKULIAHAN
PERTEMUAN KE MATERI POKOK INDIKATOR SUMBER



I Definisi kriminologi serta mashab-mashab yang berkaitan dengan kriminologi • Mahasiswa mengetahui definisi kriminologi
• Mahasiswa mengetahui Mashab Itali, Antropologi, Perancis, Bio Sosiologi
• Mahasiswa memahami Psykologi kriminil Pengantar Tentang Kriminologi, Prof Mr W.A Bonger, Ghalia Indonesia



II Bentuk-bentuk kriminal, penyimpangan sosial • Mahasiswa memahami bentuk-bentuk criminal
• Mahasiswa memahami penyimpangan sosial
• Mahasiswa memahami sosiologi kriminal Pengantar Tentang Kriminologi, Prof Mr W.A Bonger, Ghalia Indonesia



III Teori-teori tentang kriminologi
• Mahasiswa mengetahui teori asosiasi, Anomi, Labeling
• Mahasiswa mengetahui teori Paradigma studi kejahatan Teori dan Kapita Selekta Kriminolo gi, Surabaya, Prof Dr. J.E.Sahetapy



IV Masalah kejahatan kekerasan persepsi teoritis. • Mahasiswa memahami bentuk kejahatan dengan kekerasan
• Mahasiswa memahami pembangunan hukum dalam persepsiSosial Teori dan Kapita Selekta Kriminolo gi, Surabaya, Prof Dr. J.E.Sahetapy



V – VI Hakekat kriminologi, tujuan dan manfaat, ruang lingkup kriminologi • Mahasiswa memahami hakekat kriminologi
• Mahasiswa memahami tujuan dan manfaat
• Mahasiswa memahami ruang lingkup kriminologi Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi Bandung Romi Atmasasmita,SH. LLM,

PERTEMUAN KE MATERI POKOK INDIKATOR SUMBER



VII Perkembangan kriminologi sebagai suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri
• Mahasiswa memahami perkembangan kriminologi sebagai suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi Bandung Romi Atmasasmita,SH. LLM



VIII


UTS



IX Pertumbuhan kriminologi di Indonesia • Mahasiswa memahami Pertumbuhan kriminologi di Indonesia Kriminologi, Made Darma Weda, SH.MS, PT Raja Grafindo Persda Jakarta



X – XI Pembandingan Pertumbuhan kriminologi
• Mahasiswa memahami pembandingan pertumbuhan kriminologi Kriminologi, Made Darma Weda, SH.MS, PT Raja Grafindo Persda Jakarta



XII Sebab-sebab terjadinya kriminalitas.
• Mahasiswa memahami sebab-sebab terjadinya kriminalitas Sinopsis Kriminologi Indonesia,Bandung Prof Dr.Soejono Dirjosisworo,SH



XIII Penyimpangan sosial, dan delikuensi moral/kenakalan remaja • Mahasiswa memahami penyimpangan sosial
• Mahasiswa memahami delikuensi moral / kenakalan remaja Sinopsis Kriminologi Indonesia,Bandung Prof Dr.Soejono Dirjosisworo,SH



XIV Sikap dan memo tivasi/kemampuan untuk menemu kan cara penang gulangan berba gai tindak kriminal, penyimpangan sosial, dan delikuensi anak/kenakalan remaja.
• Mahasiswa memahami sikap dan memotivasi serta kemampuan untuk menemukan cara-cara penanggulangan berbagai tindak kriminal.
• Mahasiswa memahami penyimpangan sosial, dan delikuensi anak/kenakalan remaja.
Metodologi Penelitian Kriminologi, Prof Dr. Muhamad Mustofa ,MA Jakarta, 2005


PERTEMUAN KE MATERI POKOK INDIKATOR SUMBER



XV Perbedaan Hukum Pidana, azas-azas dan macam-macam pemidanaan, ruang lingkup berlakunya Hukum Pidana Indonesia • Mahasiswa memahami perbedaan Hukum Pidana.
• Mahasiswa memahami azas-azas dan macam-macam pemidanaan.
• Mahasiswa memahami ruang lingkup berlakunya Hukum Pidana Indonesia Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Drs C.S.T Kansil,SH, Jakarta, Balai Pustaka



XVI


UAS

Depok, 26 Februari 2010
Mengetahui,
Puket I Dosen Penanggung Jawab


Dr. Sri Rahayu Pudjiastuti, M.Pd

Rabu, 20 Januari 2010

Metode Penlitian Pemahaman Konsep HAM di SDN Sindangsari Kota Bogor

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui secara empiris tentang sejauh manakah pemahaman konsep Hak Azasi Manusia yang terdapat di SDN Sindangsari Kec Bogor Utara Kota Bogor, dan sejauh manakah sikap menghargai hak dan kewajiban orang lain SDN Sindangsari Kec Bogor Utara Kota Bogor serta seberapa besar pengaruh pemahaman tentang konsep Hak Azasi Manusia terhadap sikap menghargai hak kewajiban orang lain di SDN Sindangsari Kec Bogor Utara Kota Bogor.
B. Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian yang akan penulis lakukan, dilaksanakan di SDN Sindangsari Kec Bogor Utara Kota Bogor. Waktu Penelitian diperkirakan berlangsung selama kurang-lebih lima bulan, dimulai pada awal April 2009 dan berakhir pada awal Agustus 2009, setelah pembelajaran semester ganjil selesai. secara rinci diuraikan dalam jadwal kegiatan penelitian.
No Bulan/tanggal Kegiatan Hasil
1 April –Mei Survey dan pengajuan proposal Adanya subyek masalah
2 Juni, 1-30 Observasi dan analisa data Pertemuan Responden
3 Juli 1-31 Pelaporan dan finishing data Hasil dan Bimbingan Teknik
4 Agustus 1-31 Bimbingan dosen pembimbing Disetujui
41
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Menuut Sugiono Populasi adalah Totalitas dari jumlah keselurhan yang akan diteliti atau obyek/ subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari “.
Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa di SDN Sindang sari Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor, yang berjumlah 770 siswa. Dari populasi target tersebut, yang dapat digunakan sebagai populasi terjangkau adalah kelas VB, sedangkan yang dijadikan sampel dari jumlah populasi terjangkau tersebut sebanyak 41 orang siswa.

2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Untuk menentukan jumlah sampel yang diteliti, penulis berpedoman pada pendapat Suharsimi Arikunto yaitu apabila subjeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semua, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi, selanjutnya jika subjek terbesar dapat diambil antara 10%-12% atau 20%-25% atau lebih. Sampel yang digunakan adalah 41 orang siswa yang dianggap mewakili seluruh siswa kelas V di SDN Sindang sari Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor.
Teknik Sampling menggunakan Random Sampling. Jumlah populasi 80 orang, dengan demikian jumlah sample dari total populasi yang menjadi responden penelitian dirumuskan sebagai berikut : 50 % x 80 = 40 siswa. Untuk memudahkan perhitungan maka sample dibulatkan menjadi 41 siswa, yang diurutkan berdasarkan ranking skor mutu pemahaman tentang konsep HAM terhadap sikap menghargai hak dan kewajiban di SDN Sindang sari Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor .

D. Variabel
Variabel merupakan sesuatu yang penting diperhatikan dalam sebuah penelitian. Suharsimi Arikunto, mengatakan bahwa “Variabel adalah segala yang bervariasi yang menjadi objek penelitian”. Dalam Penelitian terdapat variabel / independent variabel (X), variabel terikat / dependen variabel (Y), variabel perlakuan, dan variabel control.
a. Variabel bebas (X), yaitu Pemahaman konsep tentang HAM
b. Variabel terikat (Y), yaitu Sikap menghargai hak kewajiban orang lain

Faktor pemahaman tentang konsep HAM ini sangat penting sekali karena didalam sikap menghargai hak dan kewajiban terhadap orang lain harus diperhatikan oleh pendidik atau guru sehingga akan teruji atau akan mendapatkan hasil yang sangat memuaskan yaitu dengan pemahaman tentang konsep HAM diharapkan tumbuh sikap menghargai hak dan kewajiban terhadap orang lain di SDN Sindangsari Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor.
Menurut Sri Rayahu Pudjiastuti ”Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan simple random sampling. Simple random sampling, dikatakan simple (sederhana), karena pengambilan sampel anggota populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Cara demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen.
Oleh karena itu pengambilan sampel sebaaiknya yang homogen dan apabila dilakukan acak juga hasilnyua tidak akan begitu jauh berbeda.

E. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif dengan pendekatan studi korelasional. Pemahaman tentang konsep HAM terhadap didalam sikap menghargai hak kewajiban terhadap orang lain tersebut dapat diuraikan sebagai berikut, yakni:
1. Menurut tingkat eksplanasinya digunakan metode depskriptif. Sifat ekplanasi di sini adalah tingkat penjelasan yaitu bagaimana variable-variabel yang diteliti itu akan menjelaskan obyek yang akan diteliti malalui data yang terkumpul. Sedangkan metode depskripsi sendiri dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan hanya menggambarkan keadaan subyek/obyek penelitian berdasarkan fakta-fakta sebagaimana adanya.
2. Menurut jenis datanya digunakan data kuantitatif, yakni data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan.
3. Dengan pendekatan studi korelasional dimaksud mengkaji ada tidaknya hubungan atau seberapa kuat hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dalam penelitian.
Untuk memperoleh data ada tidaknya Pengaruh pemahaman tentang konsep HAM terhadap sikap menghargai hak kewajiban terhadap orang lain di SDN Sindangsari Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor.

F. Tehnik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data yang akurat dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teknik, yaitu untuk menunjang data tentang hasil belajar mata pelajaran PKn digunakan penyebaran angket yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan memberikan sejumlah pernyataan-pernyataan yang harus dijawab oleh responden guna memperoleh data-data tertulis yang dibutuhkan penulis.
G. Instrumen Penelitian
Instrumen atau alat pengumpul data adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian. Data yang terkumpul dengan instrumen tertentu akan dideskripsikan dan dilampirkan atau digunakan untuk penguji hipotesis yang diajukan dalam suatu penelitian.
Instrumen penelitian yang diambil untuk variable bebas ini menggunakan tes pilihan ganda tentang pemahaman tentang konsep HAM di SDN Sindangsari Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor dan tes ini yang dirancang dan dituangkan dalam 20 soal tes terhadap siswa di SDN Sindangsari yaitu menggunakan skala sikap dengan pilihan penilaian sebagai berikut
1. Benar (B) dengan nilai 1 atau sebaliknya
2. Salah (S) dengan nilai 0 atau sebaliknya
Sedangkan Varibale Y yaitu sikap menghargai hak kewajiban terhadap orang lain dengan pernyataan-pernyataan yang terdapat pada angket yang berisi materi pembelajaran yaitu tentang sikap menghargai hak kewajiban terhadap orang lain di SDN Sindangsari Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor yaitu pengendalian suasana kelas menjadi suasana yang kondusif, komunikasi yaitu interaksi antara guru dengan peserta didik dalam menjelaskan materi maupun menjawab suatu pernyataan, mendengarkan pendapat orang lain yaitu sifat penerimaan ketika ada kritik atau saran dari peserta didik, sopan santun yaitu sikap dalam bertingkah laku maupun berpakian, inovatif yaitu variasi dalam membawa suasana kelas, jiwa pendidik yaitu sifat yang senantiasa selalu bersahabat kepada peserta didik, disiplin yaitu ketepatan aktivitas guru dalam menjalankan tugasnya, jenis instrument yang digunakan untuk variable Y (sikap menghargai hak kewajiban terhadap orang lain) berupa angket yang dirancang dan dituangkan dalam 20 pertanyaan, dalam bentuk skala sikap dengan 5 option yang alternatif jawabannya:
1. Sangat Setuju (SS) = 5
2. Setuju (S) = 4
3. Ragu- Ragu (RR) = 3
4. Tidak Setuju (TS) = 2
5. Sangat Tidak Setuju (STS) = 1

H. Teknik Analisa Data
Untuk menganalisis data dalam penelitian ini, penulis melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Setelah data terkumpul, selanjutnya diolah, dianalisa untuk mengungkap pokok permasalahan yang diteliti, sehingga dapat disimpulkan.
2. Dalam bentuk analisa data yang digunakan adalah deskriptif analisis, karena data yang diperoleh dalam penelitian ini bersifat kuantitatif, maka dengan sendirinya penganalisaan data dilakukan terhadap data yang berupa angka.
3. Dalam mengolah data tersebut dilakukan analisa statistik dengan menggunakan rumus korelasi product moment dengan mendasarkan diri pada skor aslinya atau dengan data kasar, dengan rumus sebagai berikut :

N (XY) - (X) (Y)
rxy = { N.X2 – (X)2 } { NY2 – (Y)2 }

Keterangan :

rxy = Hubungan antara Variabel X dan Variabel Y
X = Jumlah skor Variabel X
Y = Jumlah skor Variabel Y
XY = Jumlah perkalian setiap skor X dan Y
X2 = Jumlah Kuadrat skor distribusi X
Y2 = Jumlah Kuadrat Skor distribusi Y
N = Jumlah responden

















DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas, Undang-undang Republik Indonesia no.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: PT Kloang Klede Putra Timur, 2003)
Djahiri, A.Kosasih, Kelayakan Program dan Pola PBM Pendidikan Nilai Moral Pancasila yang Utuh dan Terpadu dan Multigatra, LPPMP IKIP, Bandung, 2001, Wahab ,A.Azizs, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Pusat Penerbitan UT, Jakarta,2005.
Gary D Barick, Pemhaman HAM (Jakarta, Bhineka, 2001)
Gerlac dan Ely. Peranan Media (Jakarta, Media, 2001)
Hasan, Imajinasi (Jakarta, PT Cipta Karya,2000)
Ibrahim, Media Pembelajaran, (Jakarta, Gramedia, 2002)
Isi Deklarasi PBB tentang HAM
Jan Meterson, HAM (Jakarta, Nurani, 2006)
Messick, Aktivitas manusia (Jakarta, Arcan, 2001)
Monks dan Knoers, berpikir (jakarta Cipta Karya, 2002)
Nur, Model Pemahaman ( Jakarta, PT Karya Persada, 2001)
Oemar Hamalik, Cari hidup ( Bandung, PT.Genesindo 2000)
Pasal 1 UU No. 29 Tahun 1999 tentang HAM
Rader dan Ederson, Hubungan Sosial (Jakarta, Ghalia Indonesia, 2000)
Soemanto, Tingkah laku (Jakarta, Erlangga, 2004)
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2008), h. 117
Suharsimi Arikunto, Prosedur Pendidikan. (Jakarta : Bina Aksara. 2001)
Sulis merfanti, Model Pemberdayaan ( Jakarta, PT raja persada, 2003)
Undang-undang 1945, (Jakarta : Bineka Karya, 2001)
Undang-Undang Sistem pendidikan Nasional, (Jakarta , tahun 2003) Nomor 20 Tahun
UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM
UU No.20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakartam Bhineka Karya, 2004 )
Wahab ,A.Azizs, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Pusat Penerbitan UT, Jakarta,2005.
Wolt,Hsiao, (Bandung, Cipta karya, 2000)

Landasan Teoritis Konsep HAM di SDN SindangSari Kota Bogor

BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR
DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Landasan Teori
1. Hakekat Pemahaman tentang Konsep HAM
Pada bagian awal sudah diungkapkan bahwa sasaran pemahaman tidak semata berdimensi kognitif tetapi juga berdimensi keyakinan, cara pandang,
sikap, dan perilaku peserta didik sewaktu berinteraksi dengan fenomena
yang ada, namun perlu menyediakan beragam pengalaman belajar supaya sasaran pembelajaran non-kognitif tercapai seperti ini akan berimplikasi pada cara peserta didik menyikapi dan mencari solusi permasalahan sehari-hari terutama kaitannya dengan upaya menemukan keseimbangan/keselarasan hubungan antar manusia yang ada di bumi dengan beberapa aksi dalam bentuk perbuatan langsung. kegiatan pembelajaran yang bernuansa sustainable development atau dorongan dari adanya interaksi yang ada sat itu yaitu antara pengajar dan siswa yang saat itu belajar.
Menurut Gary D. Borich Pemahaman HAM oleh warga masyarakat untuk mengerti tingkah laku aturan yang melanggar hak hidup yang melekat pada seseorang misalnya (1) menampilkan contoh konkret keteladan, (2) menyediakan lingkungan kondusif, dan (3) memberikan program pembiasaan yang selalu konsisten setiap waktu.
Pengertian HAM sebagaimana diungkapkan oleh Jan Materson (anggota komisi HAM PBB) adalah “Hak-hak yang secara inheren melekat dalam diri manusia, tanpa hak itu manusia tidak dapat hidup sebagai manusia”.
Dalam UU RI No. 39 tahun 1999 tentang HAM, menyebutkan pengertian HAM adalah
“Seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta pelrindungan harkat dan martabat manusia”.

Dari pengertian tersebut maka didalam HAM terkandung dua makna, yaitu : Pertama HAM merupakan hak alamiah yang melekat dalam diri setiap manusia sejak ia dilahirkan di dunia. Kedua, HAM merupakan instrumen untuk menjaga harkat dan martabat manusia sesuai dengan kodrat kemanusiaannya yang luhur.
Menurut deklarasi PBB ada beberapa kategori HAM, yaitu :
1. Hak yang secara langsung memberikan gambaran kondisi minimum yang diperlukan individu, agar ia dapar mewujudkan watak kemanusiaannya, seperti :
- Pengakuan atas martabat
- Perlindungan dari tindak deskriminasi
- Jaminan atas kebutuhan hidup
- Terbebas dari perbudakan
- Perlindungan dar itindakan sewenang-wenang
- Kesempatan menjadi warga negara dan berpindah warga negara

2. Hak tentang perlakuan yang seharusnya diperoleh manusia dari sistem hukum, seperti :
- Persamaan dihadapan hukum
- Mempeorleh pengadilan yang adil
- Asas praduga tak bersalah
- Hak untuk tidak diintervensi kehidupan pribadinya
3. Hak sipil dan hak politik, yaitu hak yang memungkinkan individu dapat melakukan kegiatan tanpa campur tangan pemerintah dan memungkinkan individu ikut ambil bagian dalam mengontrol jalannya pemerintahan, seperti :
- Kebebasan berfikir dan beragama
- Hak berkumpul dan berserikat
- Hak untuk ikut aktif dalam pemerintahan
4. Hak sosial-ekonomi-budaya, yaitu hak yang menjamin terpenuhinya taraf minimal hidup manusia, dan memungkinkan adanya pengembangan kebudayaan, seperti :
- Hak untuk mendapatkan makanan, pekerjaan, dan pelayanan kesehatan
- Hak untuk memperoleh pendidikan dan mengembangkan kebudayaan”

Gagasan tentang HAM telah muncul sebagai gagasan yang membanjiri diskursus politik di nusantara sejak abad 18. Hal ini mungkin bisa menjelaskan mengapa dalam konstitusi negara, UUD 1945 dan UUDS, masalah hak asasi menjadi bagian dari pembahasan penting.
Dalam UUD 1945 sampai pada amandemennya tetap mengakomodir HAM. Hal ini terlihat dalam ketentuan BAB XA Pasal 28A sampai dengan 28J. Bahkan hal itu sudah dikembangkan lagi melalui perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, yakni UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, serta UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Mengenai Pengadilan HAM yang diatur dalam UU No. 26 tahun 2000, diberi tugas dan wewenang khusus untuk memeriksa serta memutuskan perkara pelaggaran HAM yang masuk kategori berat. Pelanggaran HAM yang berat meliputi (1) Kejahatan genosida (pembunuhan masal), merupakan perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, dan kelompok agama, (2) Kejahatan terhadap kemanusiaan, meliputi salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil.
Pelanggaran HAM yang tidak termasuk kategori tersebut diatas termasuk pelanggaran HAM biasa tidak diadili oleh Pengadilan HAM melainkan oleh Pengadilan Negeri.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah tindakan apa yang dilakukan masyarakat untuk meningkatkan pemahaman masyarakat pada lingkungannya agar tumbuh sikap menghargai hak dan kewajiban orang lain dalam pergaulan dilingkungannya Oleh karena itu perlu dicari jalan keluar untuk mengatasi masalah tersebut Sehingga dapat menciptakan suasana lingkungan kehidupan yang menyenangkan, aktif, kreatif, bisa bekerja sama dan membangun daya pikir yang optimal,Untuk itu melalui penelitian ini akan dicobakan suatu metode pembelajaran Kooperatif , adanya kerja sama dalam kelompok atau individu dari masyarakat itu sendiri dan dalam menentukan keberhasilan kelompok tergantung keberhasilan individu, sehingga setiap anggota kelompok tidak bisa menggantungkan pada anggota yang lain.Pembelajaran kooperatif menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal
”Menurut Sulis Merfanti Model pemberdayaan koperatif merupakan pendekatan Cooperative Learning yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara masyarakat untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai pemahaman guna merubah sikap saling menghargai”.

Kegiatan pemahaman selama menggunakan metode inkuiri ditentukan oleh keseluruhan aspek pemahaman di lingkungan, proses keterbukaan dan peran warga aktif. Pada prinsipnya, keseluruhan proses pemahaman membantu warga masyarakat menjadi mandiri, percaya diri dan yakin pada kemampuan intelektualnya sendiri untuk terlibat secara aktif. Peran tokoh masyarakat bukan hanya membagikan pengetahuan dan kebenaran, namun juga berperan sebagai penuntun dan pemandu serta Perannya adalah menjadi fasilitator dalam proses pemahaman . Bukan memberikan informasi atau ceramah kepada warga masyarakat. Tokoh juga harus memfokuskan pada tujuan pemahaman yaitu mengembangkan tingkat berpikir yang lebih tinggi dan keterampilan berpikir kritis warga. Setiap pertanyaan yang diajukan warga sebaiknya tidak langsung dijawab oleh tokoh, namun warga atau penanya diarahkan untuk berpikir tentang jawaban dari pertanyaan tersebut.

”Menurut Nur ” Masyarakat seharusnya mengembangkan kemampuan untuk lebih menajamkan dan lebih memfokuskan pertanyaan-pertanyaan yang rumusannya luas dan pendefinisiannya lemah. Suatu aspek penting dari kemampuan ini terdiri dari kemampuan warga masyarakat untuk mengklarifikasi pertanyaan-pertanyaan serta mengarahkannya ke arah obyek-obyek atau gejala yang dapat dideskribsikan, dijelaskan atau diramalkan dengan penyelidikan-penyelidikan ilmiah”.


Akhir-akhir ini usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) makin giat dilaksanakan. Salah satu bentuk usaha tersebut adalah melalui usaha peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan tidak terlepas dari kualitas proses dalam bermasyarakat. Yakni melalui proses pembelajaran dilingkungan tersebut akan diperoleh hasil langsung dari warga masyarakat seperti yang diharapkan dalam tujuan pemahaman yang telah dirumuskan. Jika ditinjau dari segi masyarakat , proses pemahaman terjadi pada dirinya apabila warga dapat beradaptasi dengan respon-respon yang datang dari lingkungan.
Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang relatif tetap. Dalam proses ini perubahan tidak terjadi sekaligus tetapi terjadi secara bertahap tergantung pada faktor-faktor pendukung pemahaman yang mempengaruhi warga. Faktor-faktor ini umumnya dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern berhubungan dengan segala sesuatu yang ada pada diri individu yang menunjang pemahaman , seperti inteligensi, bakat, kemampuan motorik pancaindra, dan skema berpikir. Faktor ekstern merupakan segala sesuatu yang berasal dari luar diri warga yaitu lingkungannya yang mengkondisikannya dalam pemahaman, seperti pengalaman, lingkungan sosial, lingkungan budayanya . Keberhasilannya mencapai suatu tahap hasil belajar memungkinkannya untuk belajar lebih lancar dalam mencapai tahap selanjutnya, Secara umum warma masyarakat di Indonesia ditentukan oleh kemampuan kognitifnya dalam memahami sebaran materi pelajaran yang telah ditentukan di dalam kurikulum.
“Menurut Soemanto bahwa tingkah laku kognitif merupakan tindakan mengenal atau memikirkan situasi di mana tingkah laku terjadi. Tingkah laku tergantung pada insight (pengamatan atau pemahaman) terhadap hubungan yang ada dalam situasi”.
Menurut Monks dan Knoers Dalam kognisi terjadi proses berpikir dan proses mengamati yang menghasilkan, memperoleh, menyimpan, dan memproduksi pengetahuan.
Menurut Hasan, Untuk dapat berpikir abstrak, warga masyarakat harus mempunyai kemampuan berpikir imajinatif yang baik. Oleh karena itu pemahaman warga masyarakat terhadap konsep-konsep, pengalaman sosial dan perkembangan intelektualnya harus terus ditingkatkan secara bertahap dan berkesinambungan dan konsisten serta terus menerus sehingga dapat terwujudnya pemahaman bagi warga masyarakat yang baik serta menghasilkan watak yang baik juga serta pemikiran tersebut dpat terwujud menjadi satu tingkah laku atau kedisiplinan yang baik dan diharapkan oleh semua pihak.
Menurut Oemar Hamalik “Kehidupan adalah memperkenalkan cara hidup yang baik serta dapat diterima oleh masyarakat yaitu dengan memberikan pengalaman sosial kepada warga masyarakat.” Atau dapat berinteraksi dengan baik di lingkungan masyarakat.
Mereka telah diberikan teori, cara, dan pemahaman secara sederhana tentang hubungan antar manusia. Di sekolah mereka mempunyai kesempatan yang baik untuk berhubungan dengan teman-temannya. Mereka belajar tentang keluarga, keagamaan, negara dan sebagainya. Pengalaman sosial juga harus mencakup pelajaran tentang bagaimana cara belajar, tekniknya, dan prosedurnya. Tentu saja hal ini akan berkaitan dengan membaca, menulis, dan menemukan bahan-bahan pelajaran yang relevan. Berhasil-tidaknya warga masyarakat belajar dalam lingkungannya tergantung pada kemampuan individu dan keahlian bersosial dalam memberikan dan menerima lingkungannya.
Di dalam ruang dan waktu untuk membedakan antara yang nyata dan yang tampak, dan secara bertahap menggunakan cara-cara yang lebih abstrak dalam mengenal dunia. Tahap-tahap perkembangan ini ditandai dengan perubahan-perubahan pola berpikir tentang aturan-aturan yang mendefinisikan hubungan sosial lebih daripada sekedar perubahan materi.
Selanjutnya Reder dan Anderson menyimpulkan bahwa seseorang yang mempelajari ringkasan dari teks sebuah buku memiliki skor tes yang lebih baik daripada seseorang yang mempelajari lebih mudah dengan cara belajar di lingkungan dari pada warga yang belajar membaca tek ”

“Menurut Messick, gaya-gaya merupakan keteraturan diri yang konsisten yang membentuk aktivitas-aktivitas manusia. Gaya-gaya berbeda dengan kemampuan karena konsep kemampuan pada dasarnya dikaitkan dengan apa dan berapa seseorang bisa melakukan sedangkan konsep gaya berkaitan dengan pertanyaan bagaimana aktivitas aktivitas yang ditunjukkan” .

Perbedaan ini bertambah jelas di dalam pengukurannya: kemampuan diukur dengan maximal performance test sedangkan gaya-gaya diukur dengan typical performance test. Lebih lanjut Furham menyatakan gaya-gaya belajar merupakan kasus khusus dari gaya-gaya kognitif walaupun perbedaan di antara keduanya tidak begitu jelas karena yang dipelajari mudah ke psikomotor atau langsung dari lingkungan.
Messick juga menegaskan gaya kognitif adalah sikap-sikap, preferensi-preferensi yang stabil, atau strategi-strategi yang menentukan penerimaan, proses mengingat, proses berpikir, dan memecahkan masalah . Dengan demikian gaya-gaya kognitif memfokuskan pada organisasi dan kontrol proses-proses kognitif secara keseluruhan sedangkan gaya-gaya belajar memfokuskan pada organisasi dan kontrol strategi-strategi belajar dan pemerolehan pengetahuan. Pintrich melihat gaya-gaya belajar sebagai proses memilih, mengorganisasikan, dan mengontrol strategi-strategi belajar. Strategi-strategi belajar ini meliputi strategi-strategi kognitif dalam menghafalkan, mengelaborasi, mengorganisasikan, dan mengingat akan lebih sulit dibandingkan dengan interaksi langsung dengan lingkungan itu lebih mudah diingkat sehingga sikap dan perilaku dapat berubah.
Menurut Wolf menyatakan secara umum, strategi-strategi belajar meliputi strategi-strategi psikomotor dan strategi-strategi meta psikomotor. Mereka mengidentifikasi dan mengkategorikan strategi-strategi psikomotor berdasarkan fungsi-fungsi khusus yang dimilikinya selama pemrosesan informasi.”

Hakikat manusia mengandung berbagai pandangan filsafat seperti Aristoteles menyebutkan bahwa manusia sebagai “animal intellect” yang terdiri dari badan dan jiwa. Plato, menganggap bahwa jiwa ini lebih tinggi nilainya daripada badan. Descartes menganggap bahwa badan dan jiwa mempunyai kedudukan yang sejajar. Sebagai mahluk yang beragama dan berbudaya manusia mempunyai ciri-ciri Antara Penggunaan lain ;
“Menurut Wabab dn A Aziz (1) tingkah lakunya senantiasa bertujuan, (2) merupakan suatu kesatuan organisme yang utuh Antara Penggunaan tubuh dan jiwanya, (3) tidak terpisahkan dari lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial, dan (4) mempunyai kodrat sebagai mahluk individu dan sekaligus mahluk sosial.”

Untuk memenuhi kebutuhan hidup , manusia berusaha memanfaatkan, mengelola, dan memanipulasi lingkungan . Baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialnya, semua itu ciptaan Tuhan, maka manusia juga menurut kodratnya berhubungan dengan Tuhan. Manusia harus dapat menyerasikan sikap dalam mengadakan hubungan dengan Dalam tujuan pendidikan nasional jelas menunjukkan bahwa pembentukan manusia seutuhnya meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Pendidikan sebagai pendidikan nilai merupakan hasil pendekatan antar disiplin, yang mencakup filsafat moral masyarakat yang mengandung berbagai pandangan kefilsafatan. Pandangan filsafat yang dimaksud adalah : “(1) pandangan social contract theory, (2) pandangan naturalism, (3) pandangan rasionalism, (4) pandangan social context theory, dan (5) pandangan demokarasi dalam pendidikan. “
Timbulnya pandangan perjanjian masyarakat Terhadap Peningkatan pendidikan dilatarbelakangi oleh suatu kondisi masyarakat Eropa pada abad ke-16 dan 17. Kondisi masyarakat Eropa pada waktu dililit suatu ketidakpastian, karena undang-undang berda di “mulut raja” yang bertindak sewenang-wenang dengan kekuasaan yang absolute, dan rakyat kecil dalam keadaan serba salah, serba ketakutan dan kecemasan Upaya untuk mengatasi ketidakpastian hukum itu maka dilakukan gagasan perjanjian masyarakat yang dipelopori Thomas Hobes dengan pandangannya yang dikenal “social contract theory “. Hubungannya dengan moral pada waktu itu tertuju pada sasaran untuk memberikan perlindungan Terhadap Peningkatan terjaminnya hak-hak rakyat dalam bidang sosial , ekonomi, politik, agama dan pendidikan yang ndidasari oleh suatu konsep perjanjian masyarakat.
Model ini dikembangkan oleh Lawrence Kohlberg, yang berasumsi bahwa “ perkembangan moral manusia berjalan melalui taraf-taraf, mulai dari taraf yang paling rendah sampai pada taraf yang paling tinggi.” Pendidikan moral dapat dicapai dengan cara kegiatan warga masyarakat dengan mengidentifikasikan perkembangan moral yang terdapat dalam masyarakat melalui penyajian masalah yang mengandung dilema, mendiskusikan pertanyaan lacakan (probe question), dengan mengemukakan berbagai argumentasi. Hasil diskusi dapat memungkinkan warga masyarakat mengubah pendirian awal dengan pendirian baru setelah diskusi selesai. Model ini mempunyai kontribusi Terhadap Peningkatan pendidikan moral dalam membentuk karakteristik manusia, karena didalam model ini dapat melatih siswa untuk mengembangkan pola sikap yang terpuji
Berdasarkan teori model diatas pendidikan nilai dipandang perlu untuk dikembangkan dalam kerangka pembangunan watak bangsa (nation character building) , terutama berkaitan dengan upaya menyiapkan generasi muda yang bermoral yang senantiasa mencerminkan akhlak mulia. Untuk peningkatan pendidikan nilai dalam konteks pewndidikan nasional saat ini telah dirumuskan konsep pendidikan budi pekerti secara integral dengan mata pelajaran. Dalam implementasinya di sekolah, pendidikan nilai “budi pekerti” dapat dikembangkan oleh semua guru dengan dilandasi berbagai pandangan filsafat, psikologi, dan teori kepribadian dengan mencermati hal-hal yang relevan. Pengembangan pendidikan nilai pada level sekolah diharapkan disamping siswa pandai dalam bidang keilmuwannya juga tetapi arif dalam beranalisis, santun dalam berbicara, memiliki etika dan tatakrama yang baik atau selalu mencerminkan akhlak mulia atau berbudi pekerti luhur.
Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia
Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseoarang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (Pasal 1 angka 6 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM).
Dalam Undang-undang ini pengaturan mengenai Hak Asasi Manusia ditentukan dengan berpedoman pada Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB, konvensi PBB tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita, konvensi PBB tentang hak-hak anak dan berbagai instrumen internasional lain yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia. Materi Undang-undang ini disesuaikan juga dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.
Hak-hak yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia terdiri dari
1. Hak untuk hidup. Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, meningkatkan taraf kehidupannya, hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin serta memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat.
2. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan. Setiap orang berhak untuk membentuk kelaurga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang syah atas kehendak yang bebas.
3. Hak mengembangkan diri. Setiap orang berhak untuk memperjuangkan hak pengembangan dirinya, baik secara pribadi maupun kolektif, untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.
4. Hak memperoleh keadilan. Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan secara obyektif oleh Hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan adil dan benar.
5. Hak atas kebebasan pribadi. Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politik, mengeluarkan pendapat di muka umum, memeluk agama masing-masing, tidak boleh diperbudak, memilih kewarganegaraan tanpa diskriminasi, bebas bergerak, berpindah dan bertempat tinggal di wilayah Republik Indonesia.
6. Hak atas rasa aman. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, hak milik, rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
7. Hak atas kesejahteraan. Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, bangsa dan masyarakat dengan cara tidak melanggar hukum serta mendapatkan jaminan sosial yang dibutuhkan, berhak atas pekerjaan, kehidupan yang layak dan berhak mendirikan serikat pekerja demi melindungi dan memperjuangkan kehidupannya.
8. Hak turut serta dalam pemerintahan. Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau perantaraan wakil yang dipilih secara bebas dan dapat diangkat kembali dalam setiap jabatan pemerintahan.
9. Hak wanita. Seorang wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam jabatan, profesi dan pendidikan sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan. Di samping itu berhak mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya.
10. Hak anak. Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan negara serta memperoleh pendidikan, pengajaran dalam rangka pengembangan diri dan tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum.

Melihat teori-teori tersebut diatas atau menurut para pakar yang ada serta dikuatnya dengan undang-undang tentang HAM, maka penulis berbendapat tentang Pemahaman tentang konsep Hak Azasi Manusia adalah suatu proses untuk menanamkan dan memahami kesadaran tentang seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang yaitu hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan. hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak wanita dan hak anak.

2. Hakekat Sikap Menghargai Hak Dan Kewajiban Orang lain.
Nilai-nilai Pancasila yaitu nilai yang dikandung Pancasila baik dalam kedudukan sebagai dasar dan idiologi Negara maupun sebagai falsafah dalam arti pandangan hidup bangsa. Nilai-nilai tersebut meliputi nilai dasar, nilai instrumental, maupun nilai praksis. Nilai dasar berupa nilai yang tetap dan tidak dapat berubah yang rumusannya terdapat dalam alenia IV Pembukaan UUD 1945, yang berupa nilai ketuhanan, kemanuasian, persatuan, kerakyatan, dan keadilan yang sekaligus merupakan hakikat Pancasila. Nilai instrumental merupakan arahan, kebijakan, strategi, sarana, dan upaya yang dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta perkembangan jaman. Adapun nilai praksis adalah nilai yang dilaksanakan dan dipraktekkan dalam kehidupan konkret.
Menurut Brijen TNI (Pur) Ikin Sodikin AS, “Mengemukakan tentang pemahaman sikap menghargai hak dan kewajiban dalam berorganisasi berdasarkan pancasila atau nilai pancasila adalah Planing, Organisasi. Actuating dan Controling”
Teori Planing. dari segi perencanan diharapkan setiap pembinaan memiliki program perencanaan kegiatan bertahap yang secara
langsung mampu menjabarkan Program induknya dan secara tidak langsung dapat memenuhi program eksternal bagi seluruh unsur satuan satuan pengguna dan memenuhi program internal bagi satuan satuan pembina.
Teori Organizationing. dari segi pengorganisasian hendaknya
mampu membina pembidangan tugas sehingga mampu menyelenggrakan
pembinaan secara bertahap, berlanjut dan menyeluruh.
Teori Actuating. dari segi penyelenggaraan kegiatan pembinaan
pembudayaan nilai-nilai Pancasila hendaknya setiap lembaga mampu
menanamkan nilai nilai Pancasila melalui upaya terprogram yang tepat
dan memadai.
Teori Controling. dari segi pengawasan pembudayaan niali-nilai
Pancasila hendaknya setiap lembaga mampu melaksanakan pengawasan
terhadap seluruh kegiatan melalui sarana kendali pembinaan.
Teori Sinergitas Hubungan atau komunikasi para pihak
dalam mewujudkan suatu tugas bersama akan memunculkan berbagai macam pola yang berbeda bila dihadapkan dengan elemen kepercayaan dan
kerjasama yang dimiliki oleh para pihak masing-masing. Tiga pola
tersebut meliputi yang pertama adalah Defensif. Tingkat kerjasama dan kepercayaan yang rendah akan mengakibatkan pola hubungan komunikasi yang bersifat pasif/ defensif. yang kedua adalah Respectful. Tingkat kerjasama dan kepercayaan yang meningkat memunculkan suatu pola komunikasi yang bersifat kompromi saling menghargai. Dan yang ketiga adalah Synergistic. Dengan kerjasama yang tinggi serta saling
mempercayai akan menghasilkan pola komunikasi yang bersifat sinergitas
(simbiosis mutualisme) yang berarti bahwa kerjasama yang terjalin akan
menghasilkan "Output" yang jauh lebih besar dari jumlah hasil keluaran
masing-masing pihak
Menurut Dr Ir Suharsa “Pembelajaran atau pembinaan yang menekan pada penciptaan kegiatan naluriah yang dilaksanakan secara berulang-ulang dengan menggunakan perintah singkat, jelas, dan tegas terhadap suatu aktivitas tertentu” . Pemberian rangsangan untuk berbuat sesuatu dapat diberikan dengan tekanan atau paksaan apabila aktivitas yang dikehendaki memerlukan perubahan secara cepat dan tepat. Konsep Biharvioristik tidak memberikan kesempatan seseorang untuk berpikir sebelum suatu aktivitas dilaksanakan tetapi seseorang akan dibuat memahami manfaat dari pelaksanaan aktivitas tersebut dalam waktu tertentu sehingga secara sadar seseorang akan menjiwai aktivitas tersebut dan pada akhirnya akan menjadi kebiasaan secara alamiah
Menurut Widya Iswara “Pembelajaran atau pembinaan yang menekankan pada penciptaan pemahaman, yang menuntut aktivitas, kreatif, produktif dalam konteks nyata dengan mempertimbangkan pandangan maupun pendapat semua pihak termasuk objek yang dibina. Dari konsep yang dikembangkan selalu dihadapkan pada pemahaman olehmasing-masing individu selalu dinilai sebagai keragaman berpikir yang senantiasa dapat diselaraskan. Proses menganalisa ditetapkan sebagai proses berpikir ulang, sehingga setiap permasalahan akan melahirkan kesadaran yang logis. Pada akhirnya setiap usaha sadar yang dilaksanakan masing-masing pribadi diharapkan akan melahirkan kinerja individu yang maksimal
Teori Pendidikan Globa Empat pilar pendidikan global yang perlu mendapat perhatian adalah 1) " Learning to think " ( berpikir) adalah proses pembelajaran yang memberikan kesempatan berpikir kepada setiap individu. 2) " Learning to do " (Berbuat) adalah proses pembelajaran
yang dapat memberikan kesempatan untuk bergiat atau bekerja sesuai
dengan perintah. 3) " Learning to be " (Berbuat sesuatu) adalah proses
pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan untuk mengembangkan
kreatifitas sesuai dengan buah pikirannya. 4) " Learning to live together " (Hidup bersama) adalah proses pembelajaran yang dapat membentuk jiwa korsa atau yang dapat membangun kerjasama dalam suatu kelompok.
Aspek Sosial Budaya Kemajemukan bangsa Indonesia memiliki tingkat kepekaan yang tinggi dan dapat menimbulkan konflik etnis kultural. Arus globalisasi yang mengandung berbagai nilai dan budaya dapat melahirkan sikap pro dan kontra warga masyarakat yang terjadi adalah konflik tata nilai. Konflik tata nilai akan membesar bila masing-masing mempertahankan tata nilainya sendiri tanpa memperhatikan yang lain. Perbedaan tata nilai juga dapat memicu timbulnya konflik sosial bahkan saat ini terjadi konflik horizontal yang berdampak kepada disintegrasi bangsa ditambah lagi dengan paham kedaerahan yang lebih kuat, sehingga dapat menimbulkan perpecahan persatuan dan kesatuan bangsa.
Kondisi saat ini apabila kita cermati banyak mengalami pergeseran nilai-nilai budaya bangsa yang selama ini menjadi acuan dan pedoman didalam mensejahterakan masyarakat baik itu melalui pendidikan, kesehatan, dan lain-lain belum dirasakan oleh seluruh lapisan
masyarakat baik diperkotaan maupun di pedesaan.
Di sisi lain perkembangan agama Islam yang hampir 90% dianut oleh masyarakat Indonesia saat ini mengalami kelunturan yang disebabkan
dari penafsiran yang keliru oleh sebagian kecil masyarakat Indonesia,
yang mana hal ini sangat bertentangan dengan sila kesatu Ketuhanan
Yang Maha Esa pada butir ke 6 yaitu "mengembangkan sikap saling
menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaan masing-masing". Juga bertentangan dengan butir ke 7 "tidak
memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa
terhadap orang lain". Lebih lagi hal ini sangat bertentangan dengan
butir yang ke 3 "mengembangkan sikap hormat menghormati dan
bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang
berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa". Umum Mencermati bab-bab terdahulu yang berisi tentang kondisi saat ini, kemudian adanya pengaruh lingkungan strategis baik global, regional maupun nasional dan adanya peluang dan kendala serta dihadapkan dengan kondisi yang diharapkan, maka pada bab ini akan diuraikan tentang konsepsi, strategi dan kebijakan serta upaya-upaya yang perlu diambil untuk dapatnya disosialisasikan kembali nilai-nilai Pancasila sebagai pandangan hidup dalam kehidupan masyarakat sehari-hari dan menjadi pembudayaan nilai-nilai Pancasila yang selama ini hilang.
Nilai-nilai Pancasila tersebut apabila dicermati secara mendalam yang memiliki peran sebagai dasar negara, idiologi nasional, dan pandangan serta falsafah hidup bangsa Indonesia akan mengandung tiga nilai yaitu meliputi Nilai dasar atau nilai intrinsik adalah nilai yang bersifat baku dan tidak bisa diubah-ubah sesuai dengan yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 pada alenia ke empat yaitu mengenai pembentukan tujuan negara susunan negara, sistem pemerintahan dan dasar negara Pancasila bahwa negara berdasarkan ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan dan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia dan Nilai Instrumental
Adalah merupakan nilai yang menjadi landasan normatif yang bersifat
kontekstual yang dituangkan dalam bentuk perundang-undangan sebagai
cerminan situasi perilaku kehidupan masyarakat, pemerintah dalam
melaksanakan kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai
instrumental ini merupakan penjabaran dari nilai-nilai dasar sebagai
arahan dalam kehidupan nyata yang harus diikuti dan dipatuhi oleh
seluruh masyarakat Indonesia sesuai dengan isi dari perundang-undangan
tersebut.selanjutnya Nilai praksis adalah merupakan petunjuk dan pedoman, tindakan dan prilaku seluruh masyarakat Indonesia yang harus melekat pada jiwa dan setiap pribadi warga negara Indonesia sebagai landasan semangat serta kebangganan warga negara Indonesia. Nilai praksis yang tertulis maupun yang tidak tertulis harus di implimentasikan didalam kehidupan masyarakat sehari-hari yang merupakan hasil dari penjabaran nilai-nilai dasar dan nilai-nilai instrumental, sehingga sangat
wajarlah bahwa Pancasila dijadikan sebagai pandangan dan falsafah
hidup bangsa dan merupakan rujukan utama dalam setiap permasalahan
Pancasila dihadapkan dengan situasi global saat ini dimana masalah yang dihadapi sangat banyak yang meliputi pengaruh idiologi lain
seperti paham kapitalis, liberal,komunis dan lain-lain yang mana akan
sangat berpengaruh terhadap nilai-nilai yang ada didalamnya, pengaruh
global, regional dan nasional akan berdampak terhadap seluruh aspek
kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara yang meliputi aspek
geografi, demografi, sumber kekayaan alam, idiologi, politik, ekonomi,
sosial budaya dan pertahanan keamanan yang semuanya ini akan
menimbulkan baik kendala maupun peluang.
Pancasila sebagai idiologi terbuka mampu menghadapi pengaruh tersebut diatas dengan kesaktian, keampuhan dan ketangguhannya serta yang memiliki sifat yang fleksibelitas, maka kendala yang ada dapat
dijadikan sebagai peluang untuk kepentingan bangsa dan negara.
Kesaktian ini telah dibuktikan oleh Pancasila dalam menghadapi
persoalan-persoalan dalam negeri yang hampir memporak-porandakan
bangsa Indonesia yang disebabkan adanya konflik horizontal antar agama
maupun antar golongan serta gerakan separatis yang mengganggu
pelaksanaan pemerintahan dimana kelompok separatis dimana semua ini
akan merupakan ancaman disintegrasi bangsa. Namun Pancasila mampu
mengatasi semua ini kembali menjadi kondisi dinamis,aman,damai dan
sejahtera sebagai salah satu tujuan dan cita-cita nasional.
Untuk tetap terpeliharanya nilai-nilai Pancasila agar tetap terpatri
di setiap jiwa dan kepribadian insan manusia Indonesia termasuk
pemerintahannya, maka diperlukan suatu konsepsi pembudayaan
nilai-nilai Pancasila melalui suatu kebijakan dan strategi-strategi
yang ampuh serta upaya-upaya yang secara konkret dapat dilaksanakan
oleh pemerintahan, golongan, LSM, keluarga dan masyarakat luar.
Setelah melihat dan membaca teori atau pendapat para pakar secara rinci tentang sikap menghargai hak kewajiban orang lain maka penulis berpendapat “Proses untuk berpikir, memahami, berbuat sesuatu, berbicara sopan, berperilaku santun kepada orang lain serta dapat membedakan antara sesuatu yang menjadi miliknya (hak) dan sesuatu yang harus dilakukan menurut aturan ( kewajiban)”

B. Kerangkan Berpikir
Untuk mencapai Pemahaman tentang konsep Hak Azasi Manusia adalah suatu proses untuk menanamkan dan memahami kesadaran tentang seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang yaitu hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan. hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak wanita dan hak anak.
Pencaian tujuan dari Sikap menghargai hak kewajiban orang lain adalah “Proses untuk berpikir, memahami, berbuat sesuatu, berbicara sopan, berperilaku santun kepada orang lain serta dapat membedakan antara sesuatu yang menjadi miliknya (hak) dan sesuatu yang harus dilakukan menurut aturan ( kewajiban)”
Pengaruh pemahaman tentang konsep Hak Azasi Manusia terhadap sikap menghargai hak dan kewajiban orang lain di SDN Sindangsari Kec Bogor Utara Kota Bogor harus adanya budaya oraganisasi atau lingkungan tentang pemahaman HAM tersebut jadi warga masyarakat pada umumnya hanya mengetahui kulitnya saja tentang HAM yang jelas mereka sebenarnya sudah tahu namun tidak dapat menjabarkan arti yang konkret tentang HAM tersebut sehingga berdampak kurang baik terhadap sikap menghargai hak dan kewajiban orang lain di SDN Sindangsari Kec Bogor Utara Kota Bogor oleh karena itu perlu adanya sikap yang tumbuh dari diri individu atau kelompok untuk mengajari atau memberitahukan tentang konsep HAM tersebut.
Maka penulis mempuyai alur pemikiran apabila pemehaman tentang konsep HAM tersebut baik atau pemahaman tentang HAM tersebut dapat dimengerti oleh siswa atau warga mesyarakat sudah mengerti dengan konsep HAM tersebut dan paham hingga dapat dijabarkan secara individu ataupun kelompok maka sikap menghargai hak dan kewajiban orang lain di SDN Sindangsari Kec Bogor Utara Kota Bogor akan lebih terealisasi atau akan lebih terakomodir dengan pengaruh pemahaman tentang konsep HAM terhadap sikap menghargai Hak dan kewajiban orang lain SDN Sindangsari Kec Bogor Utara Kota Bogor. Atau dapat terlihat dalam gambar seperti dibawah ini :









C. Pengajuan Hipotesis
Berdasarkan pada landasan dan kerangka berpikir, maka penulis mengajukan hipotesis bahwa “Terdapat Pengaruh pemahaman tentang konsep Hak Azasi Manusia terhadap sikap menghargai hak dan kewajiban orang lain SDN Sindangsari Kec Bogor Utara Kota Bogor”

pemahaman siswa tentang konsep HAM di SDN Sindangsari Kota Bogor

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pemahaman tentang konsek Hak Azasi Manusia ini akan dibahas tentang kemampuan individu sebagai subyek hukum maupun sebagai warganegara dalam memahami, mensikapi, dan menerapkan hukum yang berlaku (hukum positif).
Bentuk konkrit yang diharapkan adalah kemampuan seseorang menghormati hukum yang berlaku, menghormati hak orang lain, menyadari hak dan kewajiban-nya sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab, serta mampu menyelesaikan berbagai permasalahan hidup secara kekeluargaan ataupun melalui jalur hukum. Kemampuan ini akan mengkodisikan seseorang menjadi manusia yang disiplin, mematuhi aturan yang berlaku, yang selalu berusaha menghindari konflik horisontal maupun vertikal, serta menolak perilaku premanisme dan anarchi dalam penyelesaian berbagai masalah.
Pemahaman yang baik mengenai hak tersebut di atas akan bermanfaat bagi kita dalam ikur serta menciptakan ketertiban dan keamanan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, baik di tingkat lokal, regional, nasional maupun internasional.
1
Pengertian hukum dan HAM di lapangan hukum itu sangat luas sekali, karena mengatur berbagai macam perhubungan kemasyarakatan. Hal ini yang menyebabkan hukum tidak dapat dikemukakan satu definisi yang singkat yang meliputi segala-galanya.
Pengertian HAM sebagaimana diungkapkan oleh Jan Materson (anggota komisi HAM PBB) adalah hak-hak yang secara inheren melekat dalam diri manusia, tanpa hak itu manusia tidak dapat hidup sebagai manusia. Dalam UU RI No. 39 tahun 1999 tentang HAM, menyebutkan pengertian HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta pelrindungan harkat dan martabat manusia.
Dari pengertian tersebut maka didalam HAM terkandung dua makna, yaitu : Pertama HAM merupakan hak alamiah yang melekat dalam diri setiap manusia sejak ia dilahirkan di dunia. Kedua, HAM merupakan instrumen untuk menjaga harkat dan martabat manusia sesuai dengan kodrat kemanusiaannya yang luhur.
Menurut deklarasi PBB ada beberapa kategori HAM, yaitu hak yang secara langsung memberikan gambaran kondisi minimum yang diperlukan individu, agar ia dapar mewujudkan watak kemanusiaannya, seperti pengakuan atas martabat, perlindungan dari tindak deskriminasi, jaminan atas kebutuhan hidup, terbebas dari perbudakan, perlindungan dar itindakan sewenang-wenang, kesempatan menjadi warga negara dan berpindah warga negara.
Hak tentang perlakuan yang seharusnya diperoleh manusia dari sistem hukum, seperti persamaan dihadapan hokum, mempeorleh pengadilan yang adil, asas praduga tak bersalah, hak untuk tidak diintervensi kehidupan pribadinya, hak sipil dan hak politik, yaitu hak yang memungkinkan individu dapat melakukan kegiatan tanpa campur tangan pemerintah dan memungkinkan individu ikut ambil bagian dalam mengontrol jalannya pemerintahan, seperti kebebasan berfikir dan beragama dan hak berkumpul dan berserikat, serta hak untuk ikut aktif dalam pemerintahan.
Gagasan tentang HAM telah muncul sebagai gagasan yang membanjiri diskursus politik di nusantara sejak abad 18. Hal ini mungkin bisa menjelaskan mengapa dalam konstitusi negara, UUD 1945 dan UUDS, masalah hak asasi menjadi bagian dari pembahasan penting.
Dalam UUD 1945 sampai pada amandemennya tetap mengakomodir HAM. Hal ini terlihat dalam ketentuan BAB XA Pasal 28A sampai dengan 28J. Bahkan hal itu sudah dikembangkan lagi melalui perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, yakni UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, serta UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Mengenai Pengadilan HAM yang diatur dalam UU No. 26 tahun 2000, diberi tugas dan wewenang khusus untuk memeriksa serta memutuskan perkara pelaggaran HAM yang masuk kategori berat. Pelanggaran HAM yang berat meliputi (1) Kejahatan genosida (pembunuhan masal), merupakan perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, dan kelompok agama, (2) Kejahatan terhadap kemanusiaan, meliputi salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil.
Pelanggaran HAM yang tidak termasuk kategori tersebut diatas termasuk pelanggaran HAM biasa tidak diadili oleh Pengadilan HAM melainkan oleh Pengadilan Negeri.
Pentingnya hukum dan HAM dalam ketertibana dan keamanan, arti pentingnya hukum dalam ketertiban dan keamanan terlihat dari diperlukannya norma hukum dalam kehidupan masyarakat. Kehidupan manusia didalam pergaulan masyarakat diliputi oleh norma-norma, yaitu peraturan hidup yang mempengaruhi tingkah laku manusia dalam masyarakat. Sejak masa kecilnya manusia merasakan adanya peraturan hidup yang membatasi sepak terjangnya. Pada permulaan yang dialami hanyalah peraturan-peraturan hidup yang berlaku dalam lingkungan keluarga yang dikelanya, kemudian juga berlaku diluarnya, yaitu dalam masyarakat. Yang dirasakan paling nyata ialah peraturana hidup yang berlaku dalam suatu negara.
Beberapa norma yang berlaku di masyarakat, yaitu (1) norma agama, (2) norma kesusilaan, (3) norma kesopanan, dan (4) norma hukum. Norma agama, norma kesusilaan, dan norma kesopanan bertujuan membina ketertiban kehidupan manusia, namun ketiga norma itu belum cukup memberi jaminan untuk menjaga ketertiban dalam masyarakat. Karena ketiga norma tersebut tidak mempunyai sangsi yang tegas, jika salah satu dari peraturannya dilanggar.
Pelanggar norma agama diancam dengan hukuman dari Tuhan, dan hukuman itu berlaku kelak di akherat. Pelanggaran norma kesusilaan mengakibat-kan perasaan cemas dan kesal hati bagi si pelanggar yang insyaf. Pelanggaran norma kesopanan mengakibatkan dicela atau diasingkan dari lingkungan masyarakat.
Disamping itu masyarakat mengenal hal-hal yang tidak termasuk dalam lingkungan norma agama, kesusilaan, dan kesopanan. Umumnya antara ketiga norma itu tidak ada satupun yang mewajibkan bahwa seorang buruh yang dipecat karena sering mabuk harus diberikan keterangan oleh majikannya, bahwa jalan diatur hanya satu arah. Banyak lagi hal-hal yang tidak diatur oleh ketiga norma tersebut, yang sebenarnya perlu juga diatur guna ketertiban dan keamanan dalam masyarakat seperti urusan Bank, Perseroan Terbatas, lalu lintas dijalan dan lain-lain.
Norma hukum adalah ditujukan kepada permainan kepentingan orang lain bukan penindak, mempengaruhi perbuatan manusi, ada paksaan dari luar. Selanjutnya dalam rangka ketertiban dan keamanan, Hak Asasi Manusia juga mempunyai arti penting bagi kehidupan manusia, terutama dalam hubungan antara negara (penguasa) dengan warga negara (rakyat), dan dalam hubungan antara sesama warga negara. HAM yang berisi hak-hak dasar manusia mmeuat standar normatif untuk mengatur hubungan penguasa dengan rkayatnya dan hubungan rakyat dengan sesama rakyat. Oleh karena itu penegakan HAM mempunyai makna penting untuk memberikan perlindungan terhadpa hak-hak rakyat dari kesewenang-wenangan penguasa ataupun pihak lain.
Penegakkan HAM mempunyai relevansi dengan Civil Society, karena nilai nilai persamaan, kebebasan, dan keadilan yang terkandung dalam HAM dapat mendorong terciptanya masyarakat egaliter yang menjadi ciri Civil Society. Dengan demikian penegakan Ham merupakan persyaratan untuk menciptakan sebuah Civil Society atau masyarakat madani, yaitu masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai peradaban.
Pendidikan juga merupakan upaya manusa secara lebih manusiawi karena dengan pendidikan semua potensi seperti bakat, minat dan kemampuan manusia yang ditumbuh kembangkan secara optimal dapat mengeksistensikan esensi kemanusiannya.
Pendidikan merupakan proses pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas manusia. Pendidikan dilaksanakan di dalam maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Hal ini mengandung pengertian bahwa arti dan peranan pendidikan baik di dalam maupun di luar sekolah sama pentingnya, sebab kedua system pendidikan tersebut merupakan komponen yang menentukan dalam keseluruhan proses pendidikan manusia dan masyarakat pada umumnya.
Pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi pesreta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakqa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab.
System pendidikan terdiri dari komponen siswa, lingkungan, guru, fasilitas, dan program pendidikan. Semua hal tersebut di atas adalah sebagai komponen penentuan keberhasilan pelaksanaan pendidikan.
Oleh karena itu untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan adanya sebuah usaha yang sungguh-sungguh dan bertanggung jawab, salah satu pihak yang bertanggung jawab terhadap maju mundurnya ataupun baik buruknya pendidikan selain orang tua adalah guru.
Guru sebagai salah satu komponen penentu keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan karena ditangannya hal tersebut dapat diperoleh secara lebih bermutu. Karena pada puncak guru terdapat beban penentu keberhasilan pendidikan, maka sudah selayaknya didalam melaksanakan tugasnya seorang guru harus dibekali oleh sejumlah kemampuan dasar (kompetensi), sehingga guru akan lebih professional menjalankan misinya, baik secara kedudukannya sebagai pendidik, pengajar ataupun sebagai pembimbing.
Untuk mencapai target misi dalam pembelajaran, baik yang sifatnya instruksional maupun tujuan pengiring akan dapat dicapai secara optimal apabila dapat menciptakan dan mempertahankan kondisi yang menguntungkan bagi peserta didik. Dalam setiap proses pembelajaran kondisi ini harus direncanakan dan diusahakan oleh guru secara sengaja agar terhindar dari kondisi yang merugikan (usaha pencegahan), dan kembali kepada kondisi yang optimal apabila terjadi hal-hal yang merusak yang disebabkan oleh tingkah laku peserta didik di dalam kelas (usaha kurstif).
Kalau kita bicara tentang apa itu Pendidikan Kewarganegaraan maka ada satu beban moral yang terdapat di dalamnya, sebagaimana tercantum dalam undang-undang No. 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional ( UUSPN ) :
“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Peranan media dalam pemahaman HAM belajar mengajar menurut Gerlac dan Ely ditegaskan bahwa ada tiga keistemewaan yang dimiliki media pengajaran yaitu
(1) Media memiliki kemampuan untuk menangkap, menyimpan dan menampilkan kembali suatu objek atau kejadian,
(2) Media memiliki kemampuan untuk menampilkan kembali objek atau kejadian dengan berbagai macam cara disesuaikan dengan keperluan.
(3) Media mempunyai kemampuan utuk menampilkan sesuatu objek atau kejadian yang mengandung makna.

Begitu juga, Ibrahim mengemukakan fungsi atau peranan media dalam pengelolaan pembelajaran atau belajar mengajar antara lain :
(1) Dapat menghindari terjadinya verbalisme
(2) Membangkitkan minat atau motivasi
(3) Menarik perhatian
(4) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan ukuran.
(5) Mengaktifkan siswa dalam belajar
(6) Mengefektifkan pemberian rangsangan untuk belajar .

Oleh karena itu pemahaman tentang konsep Hak Azasi Manusia terhadap sikap menghargai hak dan kewajiban orang lain di SDN Sindangsari Kec Bogor Utara Kota Bogor perlu adanya keseimbangan antara pemahaman tentang HAM dengan sikap untuk menghargai hak orang lain dalam kehidupan yang ada dilingkungan kita oleh karena itu juga ada keseimbangan kewajiban yang dilakukan oleh tetangga atau masyarakat disekitar tempat kita berdiam, dan dalam kenyataannya adanya perbedaan yang cukup besar antara pemahaman Hak Azasi Manusia terhadap sikap menghargai hak dan kewajiban orang lain dalam pergaulan dimasyarakat karena HAM jarang sekali dipahami oleh masyarakat yang ada di lingkungan kita hanya sebatas kulitnya saja sedangkan harapannya Ham tersebut dijunjung tinggi oleh semua orang sehingga adanya sikap menghargai hak kita dengan kewajiban kita juga .
Adanya perbedaan yang cukup besar misalnya dilingkungan kita untuk melaksanakan ronda itu adalah sebagai kewajiban dan itu sulit dilakukan oleh masyarakat namun untuk hak nya mereka menuntut untuk aman dan hidup tentram itulah kadang berbeda jauh diantara harapan dan kenyataan yang ada tersebut.
Adapun profil SDN Sindangsari Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor yang didirikan sejak tahun 1983, yang terdiri dari 3 bangunan dengan 12 ruang kelas belajar mengajar, serta kapasitas bangunan UKS, ruang perpustakaan, ruang mushola, koperasi, pramuka WC siswa dan guru serta ruang guru dan ruang kepala sekolah serta ruang kesenian, dan guru yang ada seluruhnya ada 17 orang.
Adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang ada di SDN Sindangsari Kecamatan Bogor utara adalah harapan dari semua pihak yaitu baik guru, orang tua dan peserta didik adanya pemahaman konsep HAM terhadap sikap menghargasi hak dan kewajiban orang lain di SDN Sindangsari Kota Bogor, itu dapat terwujud dengan baik sehingga siswa yang ada dapat melakukan hal yang posistif dengan memiliki sikap menghargai hak dan kewajiban orang lain yang diharapkan oleh semua pihak termasuk lingkungan, namun kenyataannya hal itu bertolak belakang banyak siswa yang tidak paham dengan pemahaman konsep HAM terhadap sikap menghargai hak dan kewajiban orang lain serta demokrasi siswa yang diharapkan tersendat dan jauh apa yang diharapkan oleh semua pihak.
Dampak positif apabila siswa sudah pemahaman konsep HAM terhadap sikap menghargasi hak dan kewajiban orang lain di SDN Sindangsari Kota Bogor, maka siswa atau peserta didik akan dapat berkembang cara pemikiran serta menghargai hak dan kewajiban orang lain dengan mengimplementasikan pemahaman tersebut kepada perilaku sehari-hari disekolah, namun sebaliknya apabila dampak negatif adalah siswa tidak memahami tentang Konsep HAM serta siswa juga tidak akan mempuyai rasa sikap menghargai hak dankewajiban orang lian yang tinggi dalam perilaku sehari-hari baik disekolah ataupun dirumah.
Pengaruh pemahaman konsep HAM terhadap sikap menghargai hak dan kewajiban orang lain di SDN Sindangsari Kota Bogor, hal ini berkaitan satu dengan yang lainnya yaitu apabila pemahaman konsep HAM rendah maka berdampak sikap menghargai hak dan kewajiban siswa juga akan rendah dan sebaliknya apabila pemahaman tentang konsep HAM tinggi maka akan tinggi pula sikap menghargai hak dan kewajiban juga akan tinggi di SDN Sindangsari Kota Bogor.
Dari uraian yang telah disampaikan di atas maka timbul ketertarikan penulis untuk mengetahui apakah ada Pengaruh Pemahaman tentang Konsep Hak Azasi Manusia terhadap sikap menghargai hak dan kewajiban orang lain SDN Sindangsari Kec Bogor Utara Kota Bogor.

B. Identifikasi Masalah
1. Apakah masyarakat sudah paham tentang konsep Hak Azasi Manusia sudah dilakukan ?
2. Apakah sikap menghargai hak dan kewajiban orang lain SDN Sindangsari Kec Bogor Utara Kota Bogor ?
3. Apakah pengaruh pemahaman tentang konsep Hak Azasi Manusia terhadap sikap menghargai hak dan kewajiban orang lain SDN Sindangsari Kec Bogor Utara Kota Bogor ?

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas maka pembatasan masalahnya berkisar pada “ Pengaruh pemahaman tentang konsep Hak Azasi Manusia terhadap sikap menghargai hak dan kewajiban orang lain SDN Sindangsari Kec Bogor Utara Kota Bogor “.
Adapun definisi operasional dalam penelitian tersebut Pemahaman tentang konsep Hak Azasi Manusia adalah Variabel X atau variabel bebas sedangkan sikap menghargai hak kewajiban orang lain adalah variabel Y atau variabel terikat.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut Adakah pengaruh pemahaman tentang konsep Hak Azasi Manusia terhadap sikap menghargai hak dan kewajiban orang lain SDN Sindangsari Kec Bogor Utara Kota Bogor”
E. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat berguna sebagai :
1. Secara keilmuan diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengkajian dan penelitian keilmuan khususnya mata pelajaran PKn.
2. Mengembangkan wawasan, pikiran dan saran yang dapat dijadikan masukan untuk meningkatkan pemahaman tentang konsep Hak Azasi Manusia terhadap sikap menghargai hak dan kewajiban orang lain SDN Sindangsari Kec Bogor Utara Kota Bogor.
3. Bagi penulis mudah-mudahan dapat memperluas wawasan berpikir dalam memahami masalah pendidikan kewarganegaraan.

bab 3 metode penelitian strategi dan implementasi

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Objek Penelitian
Objek penelitian penulis adalah di Polres Kota Bogor Jalan Raya Kedung Halang Km 6 Kota Bogor, dan sebenarnya objeknya tersebut tersebar di 6 Polsek Kota Bogor yang terdiri dari
• Polsek Kota Bogor Utara.
• Polsek Kota Bogor Timur
• Polsek Kota Bogor Tengah
• Polsek Kota Bogor Barat.
• Polsek Kota Bogor Selatan.
• Polsek Kota Tanah Sareal
Serta tersebar juga para Bintara Pembinaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Babinkamtibmas) ini di 68 Kelurahan yang tugasnya ada di Kota Bogor dan masing-masing Babinkamtibmas diberikan tugas dan wewenang yang ada di wilayah hukum atau wilayah satu kelurahan yang menjadi tugas intinya yaitu untuk memberikan Perlindungan, pengayoman, pelayanan terhadap masyarakat, berikut supervisor atau pengendali yang ada di tingkat Polres Kota Bogor “sebanyak 12 personil dan Polsek sebanyak 6 Polsek sebagai supervisor sebanyak 4 personil perPolsek dengan jumlah 24 personil jadi dengan demikian objek tempat dapat dipusatkan di Polres Kota Bogor dan jumlah Babinkamtibmas berikut pengendali adalah 104 Orang” , dari jumlah personil Polri Polres Kota Bogor sebanyak 1.022 personil yang tersebar di 11 bagian atau fungsi yaitu Bag Ops, Bag Min, Bag Binamitra (Bimmas/ Babinkamtibmas), Sat Samapta, Sat Lalu Lintas, Sat Intelkam, Sat Reskrim, Sat Obvit, Unit Propam/Provost, Taud dan Bensat
3.2. Metode Penelitian
3.2.1. Desain Penelitian
Desain penelitian yang direncanakan dalam rangka pengumpulan data dan informasi untuk melakukan penelitian perlu adanya perencanaan yang mantap sehingga dapat menghasilkan penelitian yang baik serta tepat waktu dan perencanaan tersebut sebagai berikut :

NO
JENIS KEGIATAN BULAN KEGIATAN TAHUN 2009
4 5 6 7 8 9
I Persiapan
1, Penyusunan Proposal X
2. Bimbingan Proposal X X
3. Seminar Proposal X
4. Perbaikan Proposal X
II Pelaksanaan
5. Penyebaran Quesioner X
6. Pengambilan Quesioner X
7. Pengelolaan Data X
8. Penulisan Tesis X
9. Bimbingan Tesis X
10. Sidang Tesis X
11.Perbaikan X
12. Pengadaan X

3.3 Definisi dan Operasional Variabel penelitian
3.3.1. Definisi Variabel X1
1. Definisi Konseptual
Strategi adalah sebuah rencana yang disatukan dan yang menghubungkan satu dengan yang lain, untuk mencapai tujuan menggunakan kecakapan dan sumberdaya suatu organisasi yang efektif dengan kondisi yang paling menguntungkan yang dilakukan tidak untuk melawan kejahataan, tetapi mencari sumber kejahatan dengan komunikasi dan keakraban antara petugas dengan masyarakat meningkat hingga timbul kepercayaan, kepekaan, kepedulian, daya kritis, ketaatan warga, partisipasi, kemampuan masyarakat yang mengeliminir akar permasalahan meningkat serta keberadaan berfungsinya mekanisme penyelesaian masalah oleh polisi dan masyarakat.
2. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah penjabaran operasional variabel strategi menjadi 3 demensi kajian yaitu demensi strategi tersebut diambil menurut teori atau pendapat para ahli , Surat Keputusan Kapolri dan Peraturan Kapolri. Dan dari ketiga demensi ini baru dibuatkan indikator yang masing-masing demensi dibuatkan 5 indikator yang berbeda, selanjutnya Dimensi pertama adalah perencanaan yang disatukan satu dengan lainnya untuk mencapai tujuan. Dimensi kedua adalah tidak untuk melawan kejahatan (kemitraan) dan Dimensi ke tiga adalah membangun kepercayaan masyarakat (Trust Building). Kemudian baru dibuatkan indicator dari masing-masing demensi.
3. Kisi-kisi Operasional Variabel Penelitian
Kisi-kisi tersebut disusun dengan kontruksi sebagai berikut dibawah ini
Variabel Dimensi Indikator No Item
STRATEGI
X1 1. Perencanaan yang disatukan satu deng an lainnya untuk mencapai tujuan.






2. Tidak untuk mela wan kejahatan (kemitraan)










3. Membangun keperca yaan masyatakat 1.1. Petugas Polmas sambang ke warga
1.2. Kegiatan yang terencana dengan masyarakat
1.3. Petugas Polmas pertemu an dengan masyarakat
1.4. Perencanaan yang ter program
1.5. Program polmas tidak tepat
2.1. Komunikasi antara petu gas dengan masyarakat
2.2. Keakraban antara petu gas polmas dengan masyarakat
2.3. Kesadaran dan kepeduli an masyarakat terhadap gangguan kamtibmas
2.4. Peningkatan masayara kat tdk melanggar.
2.5. Peningkatan Partisipasi masyarakat dalam penciptaan kamtibmas.
3.1. Kerjasama antara petugas Polmas dengan masyarakat untuk penyelesaian masalah
3.2. Pertemuan petugas Polmas untuk menga nalisa keamanan di wilayah
3.3. Pencapaian masalah yang diselesaikan oleh petugas Polmas
3.4. Petugas polmas yang terbuka dalam menye lesaikan masalah
3.5. Kemampuan masyarakat bekerja sama dalam menyelesaikan masalah.
1

2

3

4

5

6

7


8


9

10


11



12



13


14


15


3.3.2. Definisi Variabel X2
1. Definisi Konseptual
Implementasi Pemolisian Masyarakat adalah penerapannya segala hal ihwal tentang penyelenggaraan fungsi kepolisian, secara menyeluruh mulai dari tataran managemen puncak sampai dengan managemen lapis bawah, yang bercirikan pada pelayanan polisi seutuhnya, dengan kemudahan petugas untuk menerima laporan/ pengaduan dari masyarakat dengan mekanisme pengaduan mudah, cepat dan tidak menakutkan serta respons guna membangun kepercayaan masyarakat, kemandirian, berkurangnya ketergantungan, dan dukungan masyarakat dalam bentuk informasi kepada petugas polmas.

2. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah penjabaran operasional variabel Implementasi Pemolisian Masyarakat menjadi 3 demensi kajian yaitu demensi Implementasi Polmas tersebut diambil menurut teori atau pendapat para ahli , UUD 1945 dan Peraturan Kapolri. Dari ketiga demensi ini baru dibuatkan indikator yang masing-masing demensi dibuatkan 5 indikator yang berbeda, sedangkan Dimensi pertama adalah Penerapan petugas polmas sebagai penyelenggaran fungsi Kepolisian. Dimensi kedua adalah Pelayanan polisi seutuhnya (Professionalisme) dan Dimensi ke tiga adalah mekanisme pelayanan yang cepat terhadap masyarakat. Kemudian baru dibuatkan indicator dari masing-masing demensi selanjutnya indicator tersebut dijadikan pertanyaan-pertanyaan dalam quesioner.
3. Kisi-kisi Operasional Variabel Penelitian
Kisi-kisi tersebut disusun dengan kontruksi sebagai berikut dibawah ini
Variabel Dimensi Indikator No Item
IMPLEMENTASI PEMOLISIAN MASYARAKAT
X 2 1. Penerapan petugas Polmas sebagai fungsi Kepolisian












2. Pelayanan Polisi seutuhnya (Professionalisme)











3. Mekanisme pelayanan cepat terhadap masyarakat







1.1. Petugas Polmas control ke wilayah dan cepat apabila dihubungi
1.2. Petugas Polmas arogan tidak peduli dengan kelu han warga
1.3. Petugas polmas memili ki kemampuan untuk mediasi dan negosiasi dalam pertemuan
1.4. Kemandirian petugas polmas untuk mengatasi permasalahan
1.5. Masyarakat pasif dengan implementasi Polmas ini
2.1. Kesiapan petugas pol mas dalam menerima pengaduan
2.2. Memberikan sikap huma nis dalam menerima ke luhan kepada masyaraka
2.3. Memberikan tanggapan/ respon adanya kejadian
2.4. Dalam pemecahan masa lah petugas polmas me libatkan tokoh
2.5. Petugas Polmas professional dalam menyelesaikan masalah
3.1. RT dan RW sudah memiliki No HP Petugas Polmas
3.2. Kontrol pimpinan kepada petugas atas sampan ke wilayah
3.3. Atensi pimpinan petugas polmas control wilayah
3.4. Petugas polmas yang kendalikan masalah kamtibmas
3.5. Masyarakat memberikan sumbangsih untuk menyelesaikan masalah. 1


2


3



4


5

6


7


8

9


10


11


12


13

14


15

3.3.3. Definisi Variabel Y
1. Definisi Konseptual
Kinerja Babinkamtibmas adalah susunan yang dicapai tentang kesadaraan bahwa masyarakat yang harus dilayani, prestasi yang diperlihatkan atas pertanggung jawaban tugas melayani dan melindungi sebagai kewajiban profesi serta kesiapan dan kesediaan, kecepatan merespon pengaduan masyarakat, atau kemampuan kerja sebagai sesuatu yang dikerjakan dan dihasilkan dalam bentuk jasa, dalam satu periode tertentu oleh seseorang atau kelompok melalui kecakapan, kemampuan, pengetahuan dan pengalamannya tentang kecepatan mendatangi TKP, kesiapan memberikan bantuan, kemampuan menyelesaikan masalah, kemampuan mengkoordinir /menanggapi keluhan masyarakat.
2. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah penjabaran operasional variabel Kinerja Babinkamtibmas menjadi 3 demensi kajian yaitu demensi kinerja tersebut diambil menurut teori atau pendapat para ahli dan Peraturan Kapolri. Dari ketiga demensi ini baru dibuatkan indikator yang masing-masing demensi dibuatkan 5 indikator yang berbeda, sedangkan Dimensi pertama adalah Pemahaman kinerja Babinkamtibmas Dimensi kedua adalah Prestasi kerja Babinkamtibmas dan Dimensi ke tiga adalah Kecepatan melayani masyarakat. Kemudian baru dibuatkan indicator dari masing-masing demensi selanjutnya indicator tersebut dijadikan pertanyaan-pertanyaan dalam quesioner.
3. Kisi-kisi Operasional Variabel Penelitian
Kisi-kisi tersebut disusun dengan kontruksi sebagai berikut dibawah ini
Variabel Dimensi Indikator No Item
KINERJA BABINKAMTIBMAS
Y 1. Pemahaman kinerja BabinKamtibmas.












2. Prestasi kerja Babinkamtibmas.













3. Kecepatan dalam melayani masyarakat







1.1. Petugas polmas sadar ma syarakat adalah stakehol der yang harus dilayani
1.2. Pemahaman petugas pol mas tidak dirasakan oleh masyarakat
1.3. Petugas polmas sadar akan tugas, kewajiban dan tanggungjawabnya
1.4. Cara bertindak lambat dan tidak konsisten
1.5. Petugas polmas mengunjungi kelurahan 5 kali dalam seminggu
2.1. Petugas polmas sadar tentang tanggungjawab terhadap kamtibmas
2.2. Kesedian petugas polmas menerima pengaduan
2.3. Petugas polmas menyele saikan masalahnya dan dilaporkan ke pimpinan
2.4. Banyak penyelasaikan masalah dari pada perkara yang diselesaikan
2.5. Petugas polmas banyak menyelesaikan masalah dari pada dibawa ke polsek
3.1. Kesadaran yang cukup tinggi melayani masya rakat
3.2. Petugas polmas hadir melayani permasalahan di warga
3.3. Adanya petugas Polmas respon dengan mengemban tugas sesuai fungsinya
3.4. Petugas polmas yang bersedia menerima keluhan warga
3.5. Petugas Polmas dengan cepat dating ke TKP. 1


2


3


4

5


6


7

8


9


10



11


12


13



14


15
3.4. Populasi dan Sampel
3.4.1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. . Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh Babinkamtibmas di Polres Kota Bogor berikut Supervisor dan Manager, yang berjumlah 104 personil. Dari populasi target tersebut, yang dapat digunakan sebagai populasi terjangkau adalah semua Babinkamtibmas yang ada di Polres Kota Bogor, sebanyak 68 personil.

3.4.2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Untuk menentukan jumlah sampel yang diteliti, penulis berpedoman pada pendapat Suharsimi Arikunto yaitu apabila subjeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semua, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi, selanjutnya jika subjek terbesar dapat diambil antara 10%-12% atau 20%-25% atau lebih. Sampel yang digunakan adalah 68 personil Babinkamtibmas yang bertugas di 68 Kelurahan sekota Bogor. Teknik Sampling menggunakan Random Sampling. Jumlah populasi 104 orang, dengan demikian jumlah sample dari total populasi yang menjadi responden penelitian dirumuskan sebagai berikut untuk memudahkan perhitungan maka sample dibulatkan menjadi 68 personil, yang diurutkan berdasarkan ranking skor mutu efktifitas kinerja Babinkamtibmas Kota Bogor.
Variabel merupakan sesuatu yang penting diperhatikan dalam sebuah penelitian. Suharsimi Arikunto, mengatakan bahwa “Variabel adalah segala yang bervariasi yang menjadi objek penelitian”. Dalam Penelitian terdapat variabel / independent variabel (X), variabel terikat / dependen variabel (Y), variabel perlakuan, dan variabel control.
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan simple random sampling. Simple random sampling, dikatakan simple (sederhana), karena pengambilan sampel anggota populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Cara demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen.

3.5. Metode Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Teknik Observasi
Implementasi tehnik ini adalah penulis melakukan pengamatan terhadap subjek-subjek yang menjadi sasaran penelitian. Melalui teknik ini akan berharap akan dapat memahami kondisi objek berbagai hal yang diasumsikan dengan faktor-faktor terkait yang mennjadi data sekunder guna mendukung teknis pembahasaan hasil penelitian

2. Teknik Wawancara
Teknik ini diimplementasikan dengan mengadakan wawancara dengan sejumlah Babinkamtibmas yang ada dikelurahan yang dianggap dapat memberikan informasi, referensi atau bahan masukan, yang dibutuhkan dengan maksud untuk mengetahui sejumlah persoalan pokok yang dapat dikembangkan untuk melengkapi data-datanya sekunder yang dibutuhkan untuk didukung oleh pembahasan dari penelitian.

3. Teknik Quesioner
Tehnik ini merupakan alat pengumpul data utama dimana penulis menggali sumber data factual(data primer) dari pada responden yang menjadi sampel penelitian
Quesioner diajukan dalam bentuk pertanyaan yang disusun berdasarkan operasional variabel, artinya indicator-indikator itulah yang dijadikan instrument untuk mencapai objek penelitian. Indicator tersebut penjabaraan dari variabel penelitian atau sub demensi penelitian dan akhirnya menjadi objek yang diteliti.
Adapun questioner yang penulis ajukan kepada responden disusun dengan komposisi sebagai berikut :
a. Kelompek pertanyaan vasiabel besar
b. Kelompok pertanyaan variabel terikat

4. Tehnik Kepustakaan
Studi kepustakaan penulis lakukan guna mendasari dan mendukung proses penelitian dan pengkajian berbagai kegiatan yang penulis lakukan. Proses studi kepustakaan ini pada pokoknya mempelajari secara langsung pada berbagai kepustakaan dengan membaca buku-buku, jurnal dan hasil penelitian serta makalah-makalah yang berhubungan dengan strategi dan implementasi Polmas yang dikaikan dengan kinerja Babinkamtibmas di Polres Kota Bogor.

3.6. Prosedur Pengumpulan Data
Dalam teknik pengumpulan data ini penulis menggunakan tehnik pengumpulan data instrumen tes yaitu dengan menggunakan ordinal sebagai Variabel Bebas, atau Independen atau X1 dan X2 yaitu Strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarat (Polmas) sebagai skala sikap sedangkan variable Terikat atau Dependen atau Variabel Y yaitu Kinerja Bintara pembinaan keamanan dan ketertiban masyarakat ( Babinkamtibmas) pada studi kasus di Polres Kota Bogor, sebagai Variabel dependen atau terikat menggunakan non tes dengan skala perilaku.
Variabel Bebas atau Variabel X1 dan X2 atau Variabel Independen menggunakan tes dengan alternatif jawaban yaitu
Selalu (SL) = Nilai Angka 5
Sering (SR) = Nilai Angka 4.
Kadang-Kadang (KD) = Nilai Angka 3.
Jarang (JR) = Nilai Angka 2.
Tidak Pernah (TP) = Nilai Angka 1
Untuk pertanyaan Positif sedangkan untuk pertanyaan Negatif adalah sebaliknya yantu .
Selalu (SL) = Nilai Angka 1
Sering (SR) = Nilai Angka 2.
Kadang-Kadang (KD) = Nilai Angka 3.
Jarang (JR) = Nilai Angka 4.
Tidak Pernah (TP) = Nilai Angka 5

Tehnik yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang Kinerja Babinkamtibmas di Polres Kota Bogor, yang merupakan Variabel Terikat atau Variabel Y atau Variabel Dependen menggunakan angket Quesioner yaitu dengan non tes yaitu menggunakan skala prilaku, dan dalam pernyataan ini yang diuji adalah prilaku Petugas polmas atau kinerja babinkamtibmas serta skala ini alternatif jawaban adalah
Sangat Setuju (SS) = Nilai Angka 5
Setuju (S) = Nilai Angka 4.
Ragu-Ragu (RR) = Nilai Angka 3.
Tidak Setuju (TS) = Nilai Angka 2.
Sangat Tidak Setuju (STS) = Nilai Angka 1
Untuk pertanyaan Positif sedangkan untuk pertanyaan Negatif adalah sebaliknya yaitu.
Setuju (S) = Nilai Angka 1
Sangat Setuju (SS) = Nilai Angka 2.
Ragu-Ragu (RR) = Nilai Angka 3.
Tidak Setuju (TS) = Nilai Angka 4.
Sangat Tidak Setuju (STS) = Nilai Angka 5

Untuk pertanyaan pertanyaan skala sikap terdiri dari 30 pernyataan yang terdiri dari 24 pernyataan positif dan 4 pernyataan negative sedangkan dalam skala prilaku semuanya ada 15 pernyataan yang terdiri dari 13 pernyataan nilai positif dan 2 pernyataan dengan nilai negatif. Dalam pengisian quesioner, responden hanya menuliskan dengan tanda ceklis pada kolom jawaban yang telah tersedia, dan jumlah butir soal untuk Variabel bebas adalah 30 pernyataan, sedangkan untuk Variabel terikat adalah 15 pernyataan jadi kesemuanya adalah 45 pernyataan, dengan quesioner adalah 68 responden.
3.7. Metode Analisis Data
Data-data yang sudah terkumpul kemudian penulis tafsirkan, penulis menggunakan rumus Product Moment, untuk mengetahui tanggapan tanggapan responden tentang Pengaruh Strategi dan Implementasi Polmas terhadap Kinerja Babinkamtibmas di Polres Kota Bogor dalam bentuk tabel. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam perhitungan tersebut sebagai berikut :
a. Membuat tabel responden dengan butir pernyataan.
b. Mencari prekwensi jawaban dengan jalan menjumlahkan hasilnya dari setiap alternative jawaban (f)
c. Mencari prekwensi keseluruhan dengan jalan menjumlahkan frekwensi-frekwensi dari setiap alternative jawaban
d. Menggunakan Rumus Product Moment
N
1. R =

Keterangan :
R = Koefesien Korelasi
N = Jumlah Responden
XY = Jumlah hasil perkalian X dan Y
X = Jumlah Skor N
Y = Jumah Skor Y
X = Jumlah Kuadrat seluruh Skor X
Y = Jumlah Kuadrat seluruh skor Y

Interpretasi Koefesien Korelasi Nilai r
0.00 - 0.199 Sangat Rendah
0.20 - 0.399 Rendah
0.40 - 0.599 Cukup
0.60 - 0.799 Kuat
0.80 - 1.000 Sangat Kuat
3. Koefisien
KP = R X 100 %
4. Uji Signifikan Dengan Rumus
r
R hit =

Kaidah
Jika t hit t Tab, Maka Signifikan
Jika t hit t Tab, Maka tidak Signifikan

3.8. Hipotesis Penelitian
Harapan peneliti mengenai pengaruh strategi dan implementasi pemolisian masyarakat (Polmas) terhadap kinerja Bintara pembinaan keamanan ketertiban (Babinkamtibmas) studi kasus di Polres Kota Bogor adalah sebagai berikut :
a. Ho : Strategi tidak berpengaruh terhadap kinerja Babinkamtibmas di Polres Kota Bogor
Ha : Strategi berpengaruh terhadap kinerja Babinkamtibmas di Polres Kota Bogor
b. Ho : Implementasi Pemolisian Masyarakat (Polmas) tidak berpengaruh terhadap kinerja Babinkamtibmas di Polres Kota Bogor
Ha : Implementasi Pemolisian Masyarakat (Polmas) berpengaruh terhadap kinerja Babinkamtibmas di Polres Kota Bogor
c. Ho : Strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat ( Polmas tidak berpengaruh terhadap kinerja Babinkamtibmas di Polres Kota Bogor.
Ha Strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat ( Polmas) berpengaruh terhadap kinerja Babinkamtibmas di Polres Kota Bogor.















DAFTAR PUSTAKA


Bambang Tri Cahyono, Manajemen SDM,Jakarta, IPWI, 2001
Biggadike, Manajemen Kinerja (Jakarta, 1979)
D.P Tampubolon, Profesi Manajemen, Jakarta, Erlangga, 2000
Didin Hafihuddin, Pedoman Penulisan Tesis, Program Pascasarjana Universitas Pakuan Bogor, Tahun 20007
Fredyy Rangkuti, Tehnik Analisis Swot Membedah Kasus Bisnis, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006
Intel Dasar Polres Kota Bogor, 2009
Internasional organitatin For Migration (IOM), Pemolisian Masyarakat, Jakarta, 2005
Kantor Kependudukan Catatan Sipil Kota Bogor, tahun 2009.
Kamus bahasa indonesia edisi ke tiga (Jakarta, Pusat Bahasa,2002)
Kamus besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai pustaka, 2002)
Lawrence R. Jauch, Manajemen Strategi ( Yogyakarta, Andi, 2008)
M Hadi Kusuma, Manajemen Personalia, Jakarta, Pustaka Binaan, 2006
Kapolres Kota Bogor, Nominatif personil Polres Kota Bogor 2009
Peraturan Kapolri No. 7 tahun 2008, tentang Strategi Pemolisian Masyarakat Jakarta, 2008.
Prieto and Revilla, Kinerja Non Keuangan(Jakarta, 2006)
SoemarJoto, N, Statistik Manajemen dan Ekonomi, Jakarta, Erlangga, 2004.
Sukmalana Sulaiman, 2007, Manajemen Kinerja, langkah-langkah efektif untuk membangun, mengendalikan dan evaluasi kinerja, PT Intermedia Utama, Jakarta.
Sukmalana Sulaiman, 2008, metode dan tehnik penulisan karya ilmiah dan disertasi PT Intermedia Utama, Jakarta.
Supranto J, Metode Ramalan kuantitatif, Jakarta, Rineka Cipta, 2003
Surat Keputusan Kapolri Skep/431/VII/2006, 2005, tanggal 1 Juli 2006, tentang Pedoman pembinaan fungsi personel Polmas, Jakarta, 2006
Surat keputusan Kapolri Skep/737/X/2005, 2005, tanggal 13 oktober 2005, tentang kebijakan dan strategi penerapan Polmas, Jakarta, 2005
Thomas L. Wheelen dan J. David Hunger, Manajemen Strategi(Jogyakarta, Andi, 2007)
Tafsir Qur’an Penerbit Toha Putra, (Jakarta, 2007)
William F. Glueck, Manajemen Strategi(Yogyakarta, Andi, 2007)
William Stanton, Manajemen Staregi(Jogyakarta, Andi, 2007)

bab 2 strategi polmas di polresta bogor

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1. Hakikat Strategi
William F. Glueck mendefinisikan strategi adalah sebuah rencana yang disatukan, luas dan terintegrasi yang menghubungkan keunggulan perusahaan dengan tantangan lingkungan serta dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh organisasi” .
Pendefinisian tersebut dapat dijadikan satu acuan oleh Polri untuk menyusun satu strategi atau sebuah rencana yang besar untuk membangun satu kepercayaan masyarakat terhadap Polri, sehingga kedepannya kinerja Polri dengan satu stategi yaitu membangun kepercayaan (Trust Buliding) dapat diwujudkan oleh organisasi tersebut dengan adanya tantangan dari lingkungan atau masyarakat yang ada diwilayah Polres Kota Bogor, sehingga tujuan utama dari strategi tersebut yaitu menjadi Polisi yang dipercaya oleh masyarakat Kota Bogor khusunya dan umumnya masyarakat Indonesia. Dengan kata lain Polri harus merubah sikap militeristik atau kesan militer kepada masyarakat, dan kesan tersebut dengan cara membangun kepercayaan masyarakat terhadap Polri.
Strategi Polmas yaitu masyarakat sebagai stakeholder Polri yang harus dibangun kepercayaannya, dengan cara memperbaiki kinerja yang ada dengan menambahkan ability (kemampuan), Integrity (kejujuran) dan benevolence (kebajikan). Penambahan kemampuan tersebut memang harus selaras dengan perkembangan jaman sekarang ini sehingga keberadaan polisi dilapangan akan lebih baik apabila kemampuan yang dimiliki secara individual sudah mantap, namun tidak hanya kemampuan saja yang harus dimiliki oleh setiap anggota Polri akan tetapi kejujuran anggota Polri dalam melaksanakan tugas dilapangan diharapkan jujur serta nantinya akan membuahkan kebajikan dan apabila hal tersebut dapat dilaksanakan dilapangan maka kepercayaan yang dibangun antara Polri dan masyarakat akan tercapai dengan baik tentunya adanya kesesuaian antara harapan dan kenyataan dilapangan.
Tujuan strategi Polmas adalah terwujudnya kemitraan Polri dengan warga masyarakat yang mampu mengidentifikasi akar permasalahan, menganalisa, menetapkan prioritas tindakan, mengevaluasi efektifitas tindakan dalam rangka keamanan, ketertiban dan ketentraman masyarakat serta peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Adapun terwujudnya kemitraan Polri dengan masyarakat meliputi tumbuhnya kesadaran dan kepedulian masyarakat/ komunitas terhadap potensi gangguan keamanan, ketertiban dan keterampilan dilingkungannya, serta meningkatnya kemampuan masyarakat bersama dengan polisi untuk mengidentifikasi akar permasalahan yang terjadi dilingkungannya melakukan analisis dan memecahkan masalahnya, kemudian untuk meningkatnya kemampuan masyarakat untuk mengatasi permasalahan yang ada bersama-sama dengan polisi dan dengan cara yang tidak melanggar hukum, serta meningkatnya kesadaran hukum masyarakat. meningkatnya partisipasi masyarakat dalam menciptakan kamtibmas dilingkungan masing-masing dan menurunnya peristiwa yang mengganggu keamanan ketertiban dan ketentraman masyarakat/ komunitas.
Metode Polmas yang dipakai di Polres Kota Bogor adalah melalui penyelenggaraan kemitraan antara polri dengan warga masyarakat yang didasari prinsif kesetaraan guna membangun kepercayaan warga masyarakat terhadap Polri sehingga terwujud kebersamaan dalam rangka memahami masalah kamtibmas dan masalah social menganalisis masalah, mengusulkan alternative –alternatif solusi yang tepat dalam rangka mencipktakan rasa aman, tentram dan ketertiban (tidak hanya berdasarkan pada hukum pidana dan penangkapan) melakukan evaluasi serta evaluasi ulang terhadap efektipitas solusi yang dipilih, namun metode ini tidak sama dengan daerah-daerah lain atau metode yang dapakai seharusnya mengikuti kultur budaya dari tempat Polmas tersebut dikembangkan karena karakter masayarakat berbeda satu sama lain di tiap-tiap daerahnya.
Dalam melakukan perubahan Polri juga mempuyai strategi supaya dipercaya masyarakat oleh karena itu sesuai dengan stategi Rosulullah S.A.W dan prinsip yang telah dibangun merupakan prinsip yang universal serta tidak terbatas oleh ruang dan waktu, hal itu tetap diperlukan kesungguhan, kedisiplinan dan keyakinan untuk terus mengaplikasikan karena pasi akan banyak godaan dan tantangan, sesuai dengan firman Allah yang berbunyi :
        • •           
Artinya “Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; Tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk[453]. hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, Maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.

William Stanton mendefinisikan strategi adalah “strategi adalah “Rencana dasar yang luas dari suatu tindakan organisasi untuk mencapai tujuan “. Sedangkan menurut J. Salusu yang mengutip dari pemahaman McNichols “Strategi adalah suatu seni menggunakan kecakapan dan sumberdaya suatu organisasi untuk mencapai sasarannya melalui hubungan yang efektif dengan lingkungan dalam kondisi yang paling menguntungkan”
Adapun kedua pendapat tersebut hampir ada kemiripan satu sama lainnya yang satu mengunkapkan rencana dasar yang luas untuk melakukan tindakan sehingga tercapainya tujuan sedangkan pendapat J.Salusu adalah suatu seni menggunakan kecakapan dan SDM untuk mencapai tujuan. Dan apabila kedua pendapat tersebut disamakan dengan strategi Polmas yang ada hal tersebut juga ada kesamaan yaitu salah satu rencana dasar untuk membangun kepercayaan masyarakat. yaitu menggunakan Strategi Polmas dengan cara menjalin kemitraan yang dilakukan oleh Babinkamtibmas melalui Community Policing yaitu yang dilakukan tidak untuk melawan kejahataan, tetapi mencari dan menyiapkan sumber kejahatan dengan tindakan-tindakan Polri bersama-sama dengan masyarakat untuk mencari jalan keluar atau menyelesaikan masalah sosial ( terutama masalah keamanan ) yang terjadi dalam masyarakat, polisi senantiasa berupaya untuk mengurangi rasa ketakutan masyarakat akan adanya gangguan kriminalitas, polisi lebih mengutamakan pencegahan kriminalitas (crime prevention) dan polisi senantiasa berupaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Pola Operasionalisasi Polmas di Polresta Bogor dengan rencana dasar atau strategi pola operasionalnya adalah mengupayakan pencegahan masalah gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat lebih mengutamakan proses mengidentifikasi akar permasalahan, menganalisa, menetapkan prioritas tindakan, mengevaluasi efektifitas tindakan bersama dengan masyarakat, sehingga bukan hanya sekedar mencakup penanganan masalah yang bersifat sesaat, sebagai pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat menuju terwujudnya tujuh dimensi pelayanan masyarakat yang mencakup komunikasi berbasis kepedulian, tanggap, cepat, tepat, kemudahan pemberian informasi, prosedur yang efesien dan efektif, biaya yang formal yang wajar, kemudahan penyelesaian urusan, lingkungan fisik tempat kerja yang kondusif, serta mengupayakan penegakan hukum lebih diutamakan kepada sasaran peningkatan kesadaran hukum dari pada penindakan hukum serta mengupayakan penindakan hukum merupakan alternatif tindakan yang paling akhir, bila cara-cara pemulihan masalah atau cara-cara pemecahan masalah yang bersifat persuasif tidak berhasil.
Menurut Sutanto “Strategi Polmas adalah dilakukan tidak untuk melawan kejahataan, tetapi mencari dan menyiapkan sumber kejahatan dengan tindakan-tindakan Polri bersama-sama dengan masyarakat. Hal tersebut dapat diartikan bahwa Polisi bersama masyarakat mencari jalan keluar atau menyelesaikan masalah sosial (terutama masalah keamanan) yang terjadi dalam masyarakat, polisi senantiasa berupaya untuk mengurangi rasa ketakutan masyarakat akan adanya gangguan kriminalitas, polisi lebih mengutamakan pencegahan kriminalitas (crime prevention) dan polisi senantiasa berupaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Dalam melakukan strategi dilapangan para leadership atau Kapolsek Kota Bogor mendelegasikan kepada Babinkamtibmas dalam melaksanakan tugas melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat terutama dalam mengidentitifaksi masalah, memecahkan masalah, menganalisis serta menyelesaikan permasalahan yang ada di wilayah masing-masing atau memberikan kesempatan atau wewenang untuk mengeluarkan ide atau pemikiran yang segar serta bertanggung jawab. Dalam hal pendelegasian semakin pandai babinkamtibmas melakukan pengidentifikasian masalah, menganalisis serta memecahkan dan menyelesaikan masalah maka kepercayaan masyarakat akan semakin tinggi, sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surah Ali Imran ayat 159 yang berbunti :
                              •   


Artinya Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
[246] Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya.

Lawrence R. Jauch mendefinsikan manajemen strategi sebagai berikut “Strategic management is a stream of decisions and action which leads to development of an effective strategy or strategies to help achieve objectives. The strategy management process is the way in which strategic determine objectives and make strategic decisions” Dengan demikian menurut Lawrence R. Jauch “Manajemen Strategi merupakan arus keputusan dan tindakan yang mengarahkan pengembangan suatu strategi yang efektif atau strategis untuk mencapai sasaran perusahaan. Proses manajemen strategi adalah suatu cara bagaimana suatu strategi menentukan sasaran dan membuat keputusan strategis”
Oleh karena itu perlu adanya persyaratan guna membangkitkan hubungan kemitraan dan kepercayaan masyarakat kepada polisi dalam penerapan strategi Polmas yaitu harus terwujudnya sikap perilaku yang disadari oleh keyakinan, ketulusan dan keiklasan semua pimpinan pada setiap tingkatan organisasi Polri beserta seluruh anggota jajarannya untuk meningkatkan pelaksanaan polmas, serta terwujudnya sikap dan perilaku segenap personel polri baik dalam pelaksanaan tugas sehari-hari maupun dalam kehidupan pribadi sebagai anggota masyarakat yang menyadari bahwa warga masyarakat atau komunitas adalah pemangku kepentingan (Stakeholder) kepada siapa mereka dituntut menyajikan pelayanan kepolisian yang oftimal. Sikap perilaku dan kesadaran ini akan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada polri, kemudian perlu juga adanya wujud komunikasi yang intensif antara warga masyarakat dengan polri yang didasari prinsif kesetaraan saling menghargai, sling menghormati hak dan kewajiban masing-masing, dan wujud kesadaran masyarakat walaupun berbeda latar belakang dan kepentingan bahwa penciptaan situasi keamanan dan ketertiban umum adalah tanggung jawab bersama.
Sedangkan Thomas L. Wheelen dan J. David Hunger mendefinisikan manajemen strategi sebagai berikut “Strategic management is that set managerial decisions and actions that determine the long-run performance of corporation, its includes strategy formulation, strategy implementation and evaluation” Dengan demikian manajemen strategi didefinsikan sebagai berikut “Manajemen strategi adalah serangkaian keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan kinerja perusahaan dalam jangka panjang, termasuk formulasi strategi, implementasi dan evaluasi” .
• Memberi arah pencapaian tujuan organisasi perusahaan.
• Mengantisipasi perubahan lingkungan
• Membantu memikirkan kepentingan berbagai pihak
• Meningkatkan keterlibatan berbagai pihak
• Menghindari tumpang tindih kegiatan
• Meningkatkan efektivitas dan efesiensi
• Anggaran
• Pengelolaan perusahaan melalui alokasi anggaran.
• Perencanaan Jangka Panjang
• Perusahaan melakukan perencanaan melalui estimasi penghasilan dan biaya berdasarkan pengalaman tahun lalu.
• Perencanaan Strategik
• Perusahaan sudah mulai melihat faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi perusahaan untuk dianalisis.
• Manajemen Strategik
• Perusahaan dalam pengelolaan tidak hanya melihat pada perencanaan, tapi setiap saat diadakan analisis strategik jika perlu untuk menentukan pengelolaan. Disamping itu tidak hanya analisis rasional tapi seni manajerial juga diterapkan.
Sedangkan ada bentuk kegiatan dalam penerapan Polmas antara lain Kegiatan pelayanan dan perlindungan warga masyarakat yaitu intensifikasi kegiatan pembinaan masyarakat yang dilakukan oleh Babinkamtibmas atau intensifikasi patroli dan tatap muka petugas polri dengan warga hal ini diemban oleh setiap personil Polri di jajaran Polres Kota Bogor. Dan harus juga ada komunikasi intensif petugas polri warga masyarakat yaitu intensifikasi kontak person antara petugas dengan warga masyarakat secara langsung/ tatap muka, atau melalui sarana komunikasi dan hal ini biasa dilakukan oleh petugas Polmas yaitu babinkamtibmas dan pemanfaatan sarana media pers cetak maupun electronik serta penyelenggaraan Forum Komunikasi Polri dan Masyarakat (FKPM).
Pemanfaatan FKPM untuk memecahkan masalah, eliminasi akar permasalahan dan pengendalian masalah sosial yaitu pemanfaatan tempat, balai pertemuan untuk forum komunikasi masyarakat dan pemanfaatan forum pertemuan yang dilaksanakan warga masyarakat secara rutin, periodik atau insidentil serta dengan pendekatan komunikasi intensif dengan tokoh-tokoh formal dan informal (adat, agama,pemuda, tokoh perempuan/ibu, pengusaha profesi dsb) dalam rangka mengeliminasi akar permasalahan dan pemecahan masalah keamanan/ketertiban, sekaligus dengan pemberdayaan pranata sosial untuk mengendalikan sosial, eliminasi akar masalah dan pemecahan masalah sosial.
Adapun penerapan konsep Alternative Dispute Resolution (pola penyelesaian masalah sosial melalui jalur alternatif yang lebih efektif berupa upaya menetralisir masalah selain melalui proses hukum atau non litigasi) misalnya melalui upaya perdamaian dan Pendidikan/pelatihan keterampilan penanggulangan gangguan kamtibmas serta kordinasi dan kerjasama dengan kelompok formal dan informal dalam rangka pemecahan masalah kamtibmas.
Adapun strategi yang dipakai Polmas adalah sebagai suatu pendekatan yang bersikap komprehensif, maka kebijakan penerapan polmas menyangkut bidang-bidang organisasi/ Kelembagaan, Manajemen SDM, manajemen logistik dan manajemen anggaran / keuangan serta manajemen operasional Polri serta penyelenggaraan fungsi pembinaan Polmas harus distrukturkan dalam suatu wadah organisasi tersendiri yang dapat dihimpun bersama-sama fungsi-fungsi terkait, mulai dari tingkat mabes sampai sekurang-kurangnya tingkat Polres Penyelenggaraan strategi Polmas menjadi tanggung jawab pejabat yang ditunjuk dan koordinasikan secara herarkis dari tingkat pusat /mabes polri sampai ke petugas pelaksana terdepan, dalam struktur organisasi dari tingkat mabes, dibawah tanggung jawab Deops Kapolri, pelaksanaannya dikoordinasikan oleh karo bimmas deops polri dan di tingkat Polda dibawah tanggung jawab kapolda pelaksanaannya dikoordinasikan oleh karo Binamitra serta ditingkat polres dibawah tanggung jawab kapolres, Pelaksanaannya dikoordinasikan Kabag Bimmas Polres kemudian ditingkat Polsek dibawah tanggung jawab dan pelaksanaannya dikoordinasikan oleh Kapolsek.
Pejabat yang bertanggung jawab untuk menyusun rencana, mengorganisasikan, melaksanakan dan pengendalian operasionalisasi Polmas dilingkungan wilayah tugas sesuai batas kewenangan yaitu pada tataran operasional dilapangan, petugas Polmas merupakan pelaksana polmas yang langsung bersentuhan dengan warga masyarakat berperan sebagai fasilitator yang memungkinkan beroperasinya Polmas dan sekaligus penghubung antara kesatuan polri dan komunitas setempat.
Strategi pembinaan kemampuan personel dalam rangka menunjang peningkatan penerapan Polmas harus dilakukan secara berkelanjutan guna mengantisipasi perkembangan tantangan tugas polri dimasa mendatang yang meliputi rekrutmen petugas polmas, pendidikan/ pelatihan menyiapkan para pelatih (master trainers) maupun petugas polmas, pembinaan karier secara berjenjang dari tingkat kelurahan sampai dengan supervisor/ pengawas dan manajemen / membina polmas tingkat polres dan seterusnya, penilaian kinerja dengan membuat standar penilaian baik untuk perorangan maunpun kesatuan, Penghargaan dan penghukuman serta menyelenggarakan program-program diklat polmas secara bertahap sesuai kualifikasi yang dibutuhkan.
Adapun dalam strategi tersebut dilengkapi pula dengan penyusunan perencanaan pengadaan saran pelaksanaan tugas polmas yang disesuaikan dengan model polmas yang akan diterapkan di kewilayahan, pengadaan materiil polri untuk mendukung kegiatan polmas diupayakan peningkatannya secara bertahap melalui skala prioritas, serta sarana komunikasi dan transportasi merupakan paling utama untuk kegiatan polmas dan harus diprioritaskan pemenuhannya dan jumlah dan jenis peralatan yang dibutuhkan disesuaikan dengan model polmas yang diterapkan oleh masing-masing satuan kewilayahan, pemanfaatan sarana dinas untuk kegiatan polmas secara optimal dan pemanfaatan fasilitas yang tersedia untuk mendukung kelancaran polmas.
Adapun strategi anggaran untuk Polmas adalah perhitungan rencana anggaran polri harus mengalokasikan biaya operasional yang selayaknya untuk menjamin aktivitas dan dinamika penerapan strategi Polmas diseluruh Indonesia termasuk biaya manajeman pada setiap tingkatan organisasi dalam rangka secara terus menerus memantau mengawasi mengarahkan dan menilai keberhasilan pelaksanaan penerapan polmas, untuk mengembangkan program-program Polmas, masing-masing kesatuan wilayah dapat mengadakan kerjasama dengan lembaga donor internasional, nasional dan lokal, untuk menjamin keberlangsungan polmas masing-masing kesatuan wilayah perlu melakukan kerja sama dengan pemda setempat sehingga operasionalisasi Polmas dapat merupakan program pemda yang didukung dengan APBD, serta menyediakan dukungan angaran yang memadai dalam pelaksanaan tugas Polmas melalui sistem perencanaan yang terib, mekanisme penggunaan dan pertanggung jawaban anggaran dilaksanakan dengan pengendalian yang efektif dengan memedomani sistem perencanaan dan pertanggung jawaban anggaran yang berlaku.
Dalam strategi ada beberapa kriteria yang dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan polmas yaitu Pasal 55 yang berbunyi “
a. Intensitas komunikasi antara petugas dengan masyarakat meningkat
b. Keakraban hubungan petugas dengan masyarakat meningkat
c. Kepercayaan masyarakat terhadap polri meningkat
d. Intensitas kegiatan forum komunikasi petugas dan masyarakat meningkat
e. Kepekaan/ kepedulian masyarakat terhadap masalah kamtibmas dilingkungan masyarakat
f. Daya kritis masyarakat terhadap akuntabilitas penyelesaian masalah kamtibmasnya meningkat
g. Ketaatan warga masyarakat terhadap aturan yang berlaku meningkat
h. Partisipasi masyarakat dalam hal deteksi dini, peringatan dini, laporan kejadian meningkat.
i. Kemampuan masyarakat yang mengeliminir akar permasalahan meningkat
j. Keberadaan dan berfungsinya mekanisme penyelesaian masalah oleh polisi dan masyarakat.
k. Gangguan kamtibmas menurun.

2.2. Hakikat Implementasi Pemolisian Masyarakat ( Polmas)
Implementasi menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah “ pelaksanaan/ melaksanakan atau penerapan/menerapkan” sedangkan Perpolisian yaitu “segala hal ihwal tentang penyelenggaraan fungsi kepolisian, tidak hanya menyangkut operasionalisasi (taktik/tehnik) fungsi Kepolisian tetapi juga pengelolaan fungsi Kepolisian secara menyeluruh mulai dari tataran managemen puncak sampai dengan managemen lapis bawah, termasuk pemikiran-pemikiran filsafati yang melatar belakangi .
Pemolisian yaitu pemberdayaan segenap komponen dan segala sumber daya yang dapat dilibatkan dalam pelaksanaan tugas maupun fungsi kepolisian guna mendukung mendukung fungsi kepolisian agar mendapatkan hasil yang lebih optimal. Community Policing yang diterjemahkan komunitas dapat diartikan sebagai sekelompok warga (laki-laki atau perempuan) atau komunitas yang berada didalam suatu wilayah kecil yang jelas batas-batasnya ( geographic Community) batas wilayah komunitas dapat berbentuk RT,RW, Desa, Kelurahan, ataupun dapat berupa pasar atau pusat perbelanjaan/ Mall, kasawan industri, pusat komplek olah raga atau stasion Bus/ kereta api dan lain-lain. Warga masyarakat yang membentuk suatu kelompok atau merasa menjadi bagian dari suatu kelompok berdasar kepentingan (community of interest) contohnya kelompok berdasar etnis/suku, agama, profesi, pekerjaan, keahlian, hobi dan lain-lain.
Polmas diterapkan dalam komunitas-komunitas atau kelompok masyarakat yang tinggal disuatu lokasi tertentu ataupun lingkungan komunitas kebersamaan preofesi (misalnya kesaan kerja keahlian, hobi, kepentingan Dsb) sehingga warga masyarakatnya tidak harus tinggal suatu tempat yang sama , tetapi dapat tempatnya berjauhan sepanjangan komunitas antara warga satu sama lain berlangsung sepanjang intensif atau adanya kesamaan kepentingan ( missal kelompok ojek, hobi burung perkutut , pembalap motor hobi computer dsb) yang semuanya bias menjadi penyelenggaraan Polmas.
Menurut kamus bahasa Indonesia “Masyarakat adalah pergaulan hidup manusia, sehimpunan manusia yang hidup bersama dalam suatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan tertentu, orang banyak, halayak ramai atau lembaga pemasayarakatan” . Masyarakat juga dapat diartikan sekelompok orang yang hidup dalam suatu wilayah dalam suatu wilayah dalam arti yang lebih luas misalnya kecamatan, kota, kabupaten atau provinsi atau bahkan yang lebih luas sepanjang mereka memiliki kesamaan kepentingan misalnya masyarakat pedesaan, masyarakat perkotaan, masyarakat tradisional, masyarakat modern dsb.
Polmas (Pemolisian/ Perpolisian Masyarakat) adalah penyelenggaraan tugas kepolisian yang mendasari kepada pemahaman bahwa untuk mencipktakan kondisi aman dan tertib tidak mungkin dilakukan oleh Polri sepihak sebagai subjeck dan masyarakat sebagai objeck, melainkan dilakukan harus bersama antara Polisi dan masyarakat dengan cara memberdayakan masyarakat melalui kemitraan antara Polisi dengan masyarakat, sehingga secara bersama-sama bisa mendeteksi gejala yang dapat menimbulkan permasalahan di masyarakat, mampu mendapatkan solusi untuk mengantisipasi permasalahannya dan mampu memelihara keamanan serta ketertiban di lingkungannya.oleh karena itu implementasi Polmas yang sebenarnya adalah adanya kebersamaan antara Polisi dan masyarakat untuk mengidentifikasi permasalahan yang terjadi di masyarakat selanjutnya menganalisis permasalahan kemudian merumusan permasalahan yang terjadi selanjutnya memecahkan masalahnya untuk penyelesaian permasalahan yang ada di kewilayahan.
Dalam implementasi Polmas tersebut petugas Polmas dalam hal ini adalah Babinkamtibmas harus benar-benar menjadi penegak keadilan atau tidak pilih kasih memihak satu dengan yang lainnya, tidak melihat pangkat atau derajat yang di sandangnya atau tidak melihat ia miskin atau kaya serta harus mengingat bahwa melakukan/ menyelesaikan masalah tersebut adalah bagian dari tugas yang harus diembannya sebagai tugas mulia yang harus diselesaikan di ruang lingkup kewilayahannya, dan hal tersebut sesuai dengan firman Allah yang berbunyi :
                                  •     
Artinya Wahai orang-orang yang beriman , jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan , menjadi saksi karena Allah, biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu, jika ia kaya ataupun miskin maka Allah lebih tahu kemaslahatannya, maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kemebaran , dan jika kamu memutar balikan kata atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan. (SQ. An Nisaa ayat 135)

Falsafah Polmas mendasari pemahaman bahwa masyarakat bukan merupakan objek pembinaan dari petugas yang berperan sebagai subjeck penyelenggara keamanan, melainkan masyarakat harus menjadi subkjeck dan mitra yang aktif dalam memelihara keamanan dan ketertiban dilingkungannya sesuai dengan hukum dan hak azasi manusia dan falsafah Polmas mendasari pemahaman bahwa penyelenggaraan keamanan tidak akan berhasil bila hanya ditumpukan kepada keaktipan petugas polisi semata, melainkan harus lebih ditumpukan kepada kemitraan petugas dengan warga masyarakat yang bersama-sama aktif mengatasi permasalahan dilingkungannya, serta falsafah polmas menghendaki agar petugas polisi ditengah masyarakat tidak berpenampilan sebagai alat hukum atau pelaksana undang-undang yang hanya menekankan penindakan hukum atau mencari kesalahan warga, melainkan lebih menitik beratkan kepada upaya membangun kepercayaan masyarakat terhadap Polri melalui kemitraan yang didasari oleh prinsif demokrasi dan hak azasi manusia, agar warga masyarakat tergugah kesadaran kepatuhan hukumnya. Oleh karenanya fungsi keteladanan petugas polri menjadi sangat penting, kemudian sebagai syarat agar dapat membangkitkan dan mengembangkan kesadaran masyarakat untuk bermintra dengan polisi, maka setiap petugas polisi harus senantiasa bersikap dan berperilaku sebagai mitra masyarakat yang lebih menonjolkan pelayanan, menghargai kesetaraan antara polisi dan warga masyarakat serta senantiasa memfasilitasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam rangka mengamankan lingkungannya.
Community policing adalah filosofi organisasi yang bercirikan pada pelayanan polisi seutuhnya, personalisasi pelayanan, dan desentralisasi dimana anggota ditempatkan secara tetap pada setiap komunitas, kemitraan polisi dengan warga secara proaktif dalam memecahkan masalah kejahatan, ketidaktertiban, ketakutan yang dihadapi warga, dengan tujuan untuk peningkatan kualitas hidup warga setempat.
Namun demikian pengertian Community Policing adalah lebih kompleks dari pada pengertian di atas. Community Policing adalah suatu filosofi organisasi yang kompleks dan membutuhkan penjelasan yang lebih luas dari berbagai pengertian yang diberikan di atas. “Perpolisian”, atau “Policing” adalah istilah yang relatif baru, yang dimaksud dengan “Policing” dalam CP adalah proses kegiatan-kegiatan pemolisian secara keseluruhan. Dengan demikian “policing” atau perpolisian adalah proses penyelenggaraan fungsi kepolisian yang dilakukan oleh berbagai pengemban fungsi kepolisian, sedangkan kata “police” atau polisi merujuk pada instansi kepolisian tertentu, seperti misalnya Polri atau berbagai organisasi lain yang mengemban fungsi kepolisian. Filosofi Polmas didasarkan pada kenyakinan bahwa tantangan-tangan yang sedang dihadapi (konteporer) menurut polisi untuk memberikan kelayanan secara penuh, proaktif maupun reaktif, dengan cara melibatkan masyarakat secara langsung sebagai mitra dalam proses mengidentifikasi, menentukan skala prioritas, dan memecahkan masalah, termasuk masalah kejahatan , kekhawatiran akan adanya masalah kejahatan, perdagangan gelap narkoba, ketidaktertiban sosial dan fisik serta permasalahan tersebut ada di lingkungan tertentu.
“Masyarakat” atau “Community” dalam Community Policing sangat penting dipahami karena mempunyai pengertian yang khas. Pengertian ini dikaitkan dengan penyusunan organisasi Kepolisian dalam melaksanakan tugas pelayanan, upaya pencegahan-pencegahan kejahatan dan ketidak tertiban, dan mengurangi rasa takut akan kejahatan. Dalam konteks CP ”community” mengandung dua pengertian penting.
Pertama, masyarakat berdasar geografi (geographic community) yaitu suatu kelompok warga masyarakat yang berada secara tetap atau berdiam dalam suatu daerah tertentu. Daerah tersebut ditetapkan oleh Polisi dengan syarat antara lain luas daerah yang relatif kecil, mempunyai batas-batas yang jelas. Dalam menetapkan batas batas daerah/komunitas ini Kepolisian harus memperhatikan agar keunikan geografi dan karakteristik sosial warga yang ada sedapat mungkin harus tetap dipertahankan. Pada setiap ”geographic-community” tersebut polisi menempatkan satu atau lebih anggota polisi sesuai kebutuhan. Anggota ini berfungsi sebagai Petugas Polmas (Community Police Officer/CPO) bagi lingkungan tersebut.
Kedua, Dalam masyarakat yang lebih luas selalu terdapat kelompok berdasar kepentingan (community of interest). Mereka adalah sekelompok orang yang mempunyai kepentingan dan nilai-nilai yang sama. Sebagai contoh adalah komunitas penggemar olahraga atau seni, komunitas suku tertentu, komunitas gay, komunitas berdasar profesi, komunitas pengemudi angkutan umum, kelompok minoritas, dan lain-lain. Kelompok ini selalu ada dan keberadaannya tidak mengenal batas-batas geografi tertentu. Kelompok-kelompok ini satu dengan lainnya mempunyai kepentingan yang berbeda sehingga berpotensi memicu konflik. Polisi harus mampu membina kelompok-kelompok tersebut agar tidak terjadi konflik. Kemampuan menyelesaikan konflik (conflic-resolution) merupakan salah satu ketrampilan yang harus dipunyai petugas polisi dalam rangka Polmas.
“Tiap-tiap Warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.” Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui system pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung. Pemeliharaan keamanan dalam negeri dilakukan oleh Polri selaku alat negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. ”Pengembangan fungsi kepolisian adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan / atau bentuk-bentuk pengawasan swakarsa.
Konsep Polmas mencakup 2 (dua) unsur perpolisian dan masyarakat. Secara harfiah, perpolisian yang merupakan terjemahan dari kata “policing” berarti segala hal ihwal tentang penyelenggaraan fungsi kepolisian. Dalam konteks ini perpolisian tidak hanya menyangkut operasional (taktik/teknik) fungsi kepolisian tetapi juga pengelolaan fungsi kepolisian secara menyeluruh mulai dari tataran manajemen puncak sampai manajemen lapis bawah, termasuk pemikiran-pemikiran filsafati yang melatar belakanginya.
Program Implementasi /Penerapan dan Pengembangan Polmas secara Internal (Polri) yaitu Mengembangkan Sistem Pembinaan Sumderdaya Manusia khusus bagi petugas Polmas yang meliputi Rekrutmen, Pendidikan/pelatihan untuk menyiapkan para pelatih (Master trainers) maupun petugas Polmas, Pembinaan karier secara berjenjang dari tingkat kelurahan sampai dengan supervisor dan pembina Polmas tingkat Polres dan seterusnya, Penilaian kinerja dengan membuat standar penilaian baik untuk perorangan maupun kesatuan, Penghargaan dan penghukuman. Menyelenggarakan program-program pendidikan dan pelatihan Polmas secara bertahap sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan, untuk meningkatkan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan tugas Polmas serta menyediakan dukungan anggaran yang memadai dalam pelaksanaan tugas Polmas, kemudian mengembangkan upaya penciptaan kondisi internal Polri yang kondusif. Setiap aktivitas layanan kepolisian mencerminkan suatu pendekatan yang berorientasi kepada kepentingan masyarakat dalam rangka menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri. Dan setiap anggota Polri dalam tampilan di tempat umum menunjukkan sikap dan perilaku yang korek serta dalam kehidupan di lingkungan pemukiman/kerja senantiasa berupaya membangun hubungan yang harmonis dalam rangka menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri.
Upaya peningkatan saling percaya antara Polisi dengan warga masyarakat sangat penting agar tercipta kemitraan yang tulus, didasarkan pada kesetaraan, dan saling menghormati. Polisi harus memahami budaya masyarakat tempat bertugas, mereka harus sensitif pada penduduk multikultur yang harus dilayani, dan mampu berinteraksi secara positif dengan mereka. Untuk menjamin hal tersebut pada setiap lingkungan warga ditugaskan Petugas Polmas sesuai kebutuhan secara permanen.
Penugasan petugas Polmas pada suatu lingkungan untuk jangka waktu yang lama, dengan kontak-kontak tatap muka yang sering terjadi, akan menghasilkan saling pengertian dan kepercayaan. Tindak lanjut secara konsisten, informasi kepada warga tentang kegiatan Polisi, pemberian penghargaan atas peranan dan partisipasi mereka akan mempertebal kepercayaan mereka kepada Polisi. Dengan peningkatan interaksi Petugas Polmas dengan warga, para Petugas Polmas akan berintegrasi dan menjadi bagian dari warga yang mengenal mereka dengan baik. Apabila masyarakat telah mengenal dan mendukung Petugas Polmas, maka warga akan melihatnya sebagai penegak nilai masyarakat setempat, sebagai Polisi mereka, sehingga tindakan Polisi tidak saja berdasar hukum tetapi juga berdasar mandat dan dukungan warga. Sebagai Polisi dengan wewenang penuh, para Petugas Polmas tetap melakukan tugas-tugas Kepolisian umum termasuk melakukan penangkapan untuk diserahkan kesatuan atas, namun fokus utamanya adalah bersama warga mengembangkan dan memonitor upaya pemecahan masalah dan peningkatan kualitas hidup warga setempat.
Secara external Polres Kota Bogor mengadakan kerjasama dengan pemerintah daerah, DPRD dan instansi terkait lainnya, membangun dan membina kemitraan dengan tokoh-tokoh sosial termasuk pengusaha, media massa dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dalam rangka memberikan dukungan bagi kelancaran dan keberhasilan program-program Polmas, meningkatkan program-program sosialisasi yang dilakukan petugas Polmas dan setiap petugas dan satuan-satuan fungsi guna meningkatkan kesadaran dan kepatuhan masyarakat terhadap hukum dalam rangka mewujudkan stabilitas Kamtibmas, serta membentuk Forum Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM) sebagai wadah kerjasama antara polisi dengan masyarakat yang mengoperasionalisasikan Polmas dalam lingkungannya.
Polmas tidak akan berhasil tanpa partisipasi masyarakat dalam proses implementasinya. Komponen-komponen masyarakat tertentu mempunyai peranan yang sangat penting untuk menjamin keberhasilan Polmas. Keenam komponen dibawah ini adalah unsur-unsur utama warga yang terlibat dalam proses Polmas dan secara aktif harus bekerjasama agar program dan kegiatan Perpolisian Masyarakat dapat berhasil dengan baik. Kepolisian harus melakukan perubahan strategi, struktur dan budaya organisasi agar menjunjung pelaksanaan Polmas. Sebagai contoh dibidang pembinaan personel sejak rekrutmen, seleksi, pendidikan, evaluasi, dan sistem penghargaan/reward-system harus dilakukan penyesuaian agar sejalan dengan filosofi Polmas. Warga masyarakat harus menjadi mitra aktif, menyediakan sumber daya manusia dan materiil, termasuk sukarelawan uintuk menghadapi masalah yang dihadapi warga sehingga masalah yang ada tidak berkembang menjadi kejahatan. Perwakilan warga harus aktif dalam rapat Forum Kemitraan Polisi Masyarakat yang membahas berbagai masalah warga. Warga masyarakat harus melaksanakan tanggung jawabnya dibidang Kamtibmas terutama dalam upaya pengamanan diri dan lingkungannya. Pemda dan DPRD Pimpinan /elit politik sangat penting. Para Pimpinan politik harus mendukung konsekuensi yang harus dipikul agar Community Policing dapat berjalan. Sebagai contoh apabila akan mengedepankan kegiatan pro-aktif maka harus dimengerti bahwa kedatangan polisi ke TKP / response time akan menjadi lebih lambat terutama pada kejadian yang biasa. Pimpinan politik harus mendukung CP dengan memasukkan CP dalam program Pemda, serta menyiapkan sumberdaya yang diperlukan. Pemda dan DPRD harus mengalokasikan anggaran dalam APBD untuk mendukung kegiatan CP terutama Forum Kemitraan Polisi Masyarakat. Komunitas Usaha Para pengusaha/komunitas bisnis dapat mendukung sumber daya dalam bentuk sukarelawan dan dukungan keuangan. Perusahaan setempat secara wajar perlu mengadakan program untuk memajukan lingkungan tempat usaha sebagai bentuk partisipasi terhadap kemajuan lingkungan warga. Suatu lingkungan yang aman dan tertib akan menjamin kelancaran produksi dan kemajuan usaha. Karena community policing menekankan pada kemitraan, berbagai pihak lain seperti rumah sakit, sekolah, pusat kesehatan masyarakat dapat mendukung dengan berbagai pelayanan yang dapat mengurangi beban kerja yang dihadapi petugas /Community Police Officers. Para pihak ini harus melibatkan diri pada kegiatan forum Kemitraan. Media massa sangat penting karena dapat membantu mendidik warga tentang konsekuensi Community Policing, menekankan pentingnya warga untuk bekerja sama sebagai mitra dengan Polisi.
Upaya membangun kepercayaan masyarakat terhadap polisi harus menjadi prioritas dalam pendekatan tugas kepolisian dilapangan karena timbulnya kepercayaan masyarakat terhadap Polisi merupakan kunci pokok keberhasilan polmas. Kepercayaan ini dibangun melalui komunitas dua arah yang intensif antara polisi dan warga masyarakat dalam pola kemitraan yang setara. serta penerapan Polmas pada dasarnya sejalan dengan nilai-nilai dasar budaya bangsa Indonesia yang terkandung dalam konsep siskam swakarsa , sehingga lebih mengutamakan pengembangan system yang sudah ada yang disesuaikan dengan kekinian penyelenggaraan fungsi kepolisian moderen dalam masyarakat sipil di era demokrasi, kemudian untuk menjamin keterpeliharaannya rasa aman tertib dan tenteram dalam masyarakat polisi dan warga masyarakat menggalang kemitraan untuk memelihara dan menumbuh kembangankan pengelolaan keamanan dan ketertiban lingkungan kemitraan ini dilandasi norma-norma social dan peraturan hukum nasional yang berlaku dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip hak asazi manusia dan kebebasan individu yang bertanggung jawab dalam kehidupan masyarakat yang demokratis.
Strategi manajemen personal dalam rangka menyelenggarakan Polmas mencakup penyiapan personel polri untuk mendukung penerapan polmas yang menjangkau ke seluruh Indonesia diarahkan kepada pemenuhan kebutuhan tenaga petugas Polmas, sehingga setiap desa/ kelurahan diharapkan dapat terisi sekurang kurangnya seorang petugas polmas, yaitu sasaran antara menuju tercapainya jumlah petugas tersebut adalah tergelarnya personel polri disetiap polsek dengan jumlah anggota yang sebanding dengan jumlah desa dalam wilayah hukum Polsek, serta pedoman penyelenggaran Polmas selalu menjadi bagian dari kurikulum setiap program pendidikan, dengan silabusnya dan satuan acara pelajaran / perkuliahan yang disesuaikan dengan jenjang dan jenis pendidikan dan pada setiap Polda atau sekurang-kurangnya satu kali program pelatihan khusus Polmas setiap tahun dalam rangka penyelenggaraan dan atau regenerasi petugas polmas. Kemudian pemilihan personil untuk ditugaskan sebagai petugas polmas, harus memperhitungkan latar belakang pengalaman tugas pada satuan-satuan fungsi operasional dan aspek moral/ kepribadian yang mendukung pelaksanaan misinya pada petugas polmas, serta sistem pembinaan personel mengemban polmas harus menjamin terbukanya peluang peningkatan karier yang proaktif bagi petugas Polmas / Pembina polmas yang dinilai berhasil membina dan mengembangkan Polmas, memang ada kreteria penilaiannya sehingga babinkamtibmas tersebut dapat memenuhi beberapa indicator yang ada dalam peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2008.
Namun untuk menunjang penerapan keberhasilan Polmas, diperlukan perubahan pola penugasan polri dari pola yang menghambat penerapan polmas menjadi pola penugasan yang kondusif bagi kelancaran penerapan Polmas. Dan perubahan pola penugasan tersebut dari fokus yang sempit hanya mengutamakan pengendalian kejahatan ( penegakan hukum) sebagai tanggung jawab utama polisi menuju ke fokus yang lebih luas yang meliputi pengendalian kejahatan , pelayanan masyarakat pencegahan kejahatan, dan pemecahan masalah dalam masyarakat (agar dicatat bahwa Polmas tidak meninggalkan penegakan hukum).
Kemudian pola penugasan yang hanya tertuju kepada kejahatan berat menuju ke pola penugasan yang memprioritaskan pemecahan masalah yang ditentukan melalui konsultasi dengan masyarakat dengan Polisi, serta adanya pendekatan yang di dasari anggota harus reaktif terhadap masalah kejahatan dan kekerasan menuju keseimbangan antara kegiatan reaktif dan proaktif.
Tak kalah pentingnya respons anggota cepat terhadap semua permintaan pelayanan menuju respons yang berbeda-beda tergantung pada kebutuhan dan prioritas dalam penanganan kejadian yang secara sporadis (terpisah-pisah / sendiri-sendiri), menuju pola penugasan yang komprehensif meliputi identifikasi kecenderungan, pola tempat rawan kejahatan, dan mencoba menangani penyebab-penyebabnya.
Hal yang perlu dihindari yaitu penugasan yang tidak akrab dengan masyarakat menuju konsultasi dan hubungan pribadi dengan masyarakat di dalam FKPM , patroli dialogis, pos pos ditempat terpencil dan pos pelaporan yang bergerak, serta dikuatkan dengan penugasan yang berbasis teknologi menuju pemolisian yang berbasis pada kebutuhan masyarakat yang menggunakan teknologi untuk kebutuhan masyarakat.
Apabila dalam pemecahan masalah sulit dilakukan maka mengutamakan penangkapan dan penuntutan sebagai jawaban dua tindakan yang mungkin diambil dari sejumlah pilihan yang dihasilkan melalui pemecahan masalah, serta menjaga pandangan bahwa polisi adalah satu satunya institusi yang bertanggung jawab atas pencegahan dan pemberantasan kejahatan, namun menuju kepenakanan kerjasama antara polisi, instansi pemerintah badan pelayanan swasta, LSM dan organisasi-organisasi kemasyarakatan.
Dalam implementasi polmas ada indikator keberhasilan penerapan Polmas dari aspek masyarakat antara lain adalah “
a. Kemudahan petugas/ pejabat dihubungi oleh warga masyarakat.
b. Loket pengaduan / laporan mudah ditemukan.
c. Mekanisme pengaduan mudah, cepat dan tidak menakutkan.
d. Respons/ jawaban atas pengaduan cepat/ segera diperoleh
e. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap polri.
f. Kemampuan forum menemukan dan mengidentifikasikan akar masalah.
g. Kemandirian masyarakat mengatasi permasalahan di lingkungannya.
h. Berkurangnya ketergantungan masyarakat kepada petugas.
i. Dukungan masyarakat dalam bentuk informasi, pemikiran atau materi


2.3, Hakikat Kinerja Babinkamtibmas.
Kinerja menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah “susunan yang dicapai, atau prestasi yang diperlihatkan, atau kemampuan kerja” menurut Russel, Bernardin berpendapat “Kinerja adalah suatu record / catatan tentang suatu yang dihasilkan dari suatu fungsi pekerjaan secara spesifik /khusus atau selama aktivitas tertentu pada periode tertentu” , atau pendapat lain yaitu Prof.Dr. H Soelaeman Sukmalana,MM berpendapat “Kinerja adalah sebagai sesuatu yang dikerjakan dan dihasilkan dalam bentuk Produk dan jasa, dalam satu periode tertentu oleh seseorang atau kelompok melalui kecakapan, kemampuan, pengetahuan dan pengalamannya”
Kinerja tersebut apabila dikaitkan dengan Babinkamtibmas yang ada di Wilayah Polres Kota Bogor ini yang berjumlah sebanyak 68 orang yang terbagi dalam beberapa kelurahan atau satu Babinkamtibmas satu orang harus mengendalikan satu kelurahan dan hal ini memang seorang Babinkamtibmas harus dibekali dengan kecakapan atau bagaimana mereka berbicara di wilayah masing-masing yang berbeda karakteristik serta budayanya sehingga seorang Babinkamtibmas dapat mampu mensejajarkan dengan warga yang mereka sambangi atau kunjungi dan disini jelas attitude seorang babinkamtibmas menjadi pigur atau contoh bagi masyarakat yang ada di wilayahnya, dan seorang Babinkamtibmas harus mempuyai kemampuan dalam mengidentifikasi masalah, menganalisis masalah, merumuskan masalah dan menyelesaikan masalah, semua itu harus dimiliki oleh babinkamtibmas untuk bertugas dilapangan, dan seorang babinkamtibmas terutama di Kota Bogor sudah mengikuti pelatihan tentang manajemen untuk menyelesaikan masalah atau untuk menghadapi masalah dilapangan dan seorang Babinkamtibmas juga harus dekat dengan masyarakat serta mengetahui perkembangan situsi dan kondisi saat sekarang ini atau yang factual dan actual serta tuntutan dari situasi sekarang ini seorang Babinkamtibmas juga harus mempuyai pengalaman yang baik atau siap untuk menghadapi segala macam apapun juga di kewilayahannya dan penilaian tersebut dilakukan dalam waktu tertentu dan dalam wilayah tertentu.
Namun pengukuran yang paling umum digunakan dalam mengukur kinerja perusahaan yaitu ROI (Return On Invesment) . Keuntungan yang diperoleh dalam kinerja keuangan seringkali diartikan sebagai kesuksesan organisasi. Namun para peneliti sepakat bahwa aspek keuangan saja tidak memberikan gambaran yang memadai untuk mengevaluasi kinerja bisnis suatu organisasi dalam kurun waktu yang lama, sehingga dapat dimengerti bila pengukuran dengan ROI, profitabilitas, dan rasio lainnya telah menjadi demikian mapan dan cukup canggih. Perkembangan dalam pengukuran kinerja secara non keuangan, meskipun muncul belakangan telah menunjukkan kemajuan yang menggembirakan. Namun kinerja tersebut apabila dikaitan dengan tugas Babinkamtibmas dilapangan, masih banyak hal yang harus diperbaiki atau dibenahi akan tetapi ada satu patokan untuk Babinkamtibmas yaitu melihat dalam Firman Allah SWT yang berbuyi :
       •         
Artinya Hai orang-orang yang beriman jika datang kepadamu orang fasik membawa sesuatu berita maka periksalah dan teliti agar kamu tidak menimpakan sesuatu musibah kepada suatu kamum tanpa mengetahui keadaan yang menyebabkan keadaan kamu menyesal atas perbuatanmu itu (SQ.Al Hujaraat ayat-6)

Ayat tersebut diatas menandakan tugas Babinkamtibmas harus se adil-adilnya atau harus dapat memilih dan memilah apa saja yang dapat diselesaikan atau pun yang tidak karena tugas itu benar-benar nantinya akan menjadi boomerang buat Babinkamtibmas apabila dalam penangannya kurang begitu baik.
Menurut Biggadike kinerja (performance) digunakan untuk menunjukkan kinerja keuangan (financial performance) dan kinerja pasar (market performance). Kinerja keuangan menunjukkan pada pengukuran seperti return on investment, cash flow over investment, return on sales. Kinerja pasar menunjukkan pada absolute dan relative market share yang dicapai. “Kinerja ini merupakan hasil akhir dari operasi perusahaan di atas kelebihan dari biaya yang dikeluarkan dan juga merupakan hasil penjualan produk atau jasa pada pasar yang dikuasai” .
Menurut Sherman, Ghomes “Kinerja adalah jumlah atau ukuran keberhasilan atas sesuatu yang dicapai. , akan tetapi berbeda pendapat Piere dan Garner “ Penilaian Kerja adalah suatu proses dari evaluasi yang efektif dan penuh dengan pertanggungjawaban serta hasil yang dicapai oleh organisasi”
Sedangkan dikaitkan dengan kinerja Bintara Pembinaan Keamanan, Ketertiban Masyarakat atau disingkat Babinkamtibmas adalah petugas Polmas yang berpenampilan harus Simpatik yaitu selalu berpakaian rapi, sikap menarik dan menunjuk empati, serta harus memiliki karakter ramah atau selalu menunjukan sikap berteman / bersahabat, murah senyum, mendahului sapa dan membalas salam, juga harus memiliki sikap optimis atau bersikap positif, tidak ragu akan keberhasilan dalam setiap melakukan pekerjaan, serta mempuyai inisiatif yaitu kemampuan mengajukan gagasan dan prakarsa dalam mengidentifikasi masalah, menentukan prioritas masalah, mencari alternative solusi dan memecahkan permasalahan dengan melibatkan masyarakat, juga berperilaku tertib yaitu teratur dalam melaksanakan pekerjaan dan mampu menata menyusun rencana kerja, dokumen, lingkungan kerja dan wilayah kerja, dan harus disiplin waktu yaitu mampu merencanakan pekerjaan dan aktifitas agar memanfaatkan waktu tersedia seproduktif mungkin, serta cermat yaitu teliti dalam mengumpulkan dan menganalisis fakta serta mempertimbangkan konsukwensi atas pengambilan keputusan, dan haruis memberikan hal yang akurat yaitu mampu mampu menentukan tindakan yang tepat dalam mengantisifasi permasalahan , disertai argumentasi yang jelas serta bertindak tegas mampu mengambil keputusan dan tindakan tegas tanpa keraguan serta melaksanakannya tanpa menunda nunda waktu.
Selanjutnya Prieto and Revilla dalam penelitiannya menggunakan pengukuran kinerja keuangan dan non keuangan. Kinerja keuangan ditunjukkan oleh return on sales, profitabilitas, pertumbuhan penjualan, perbaikan produktivitas kerja, dan perbaikan biaya produksi. Sedangkan “kinerja non keuangan diukur dengan kepuasan pelanggan, pertumbuhan pelanggan, kepuasan karyawan, kualitas produk dan jasa serta reputasi perusahaan” . Begitu pula Li (2000) yang menyatakan bahwa kinerja dapat diukur melalui kinerja keuangan (financial performance) yang terdiri dari ROI, ROE dan ROA serta kinerja pasar (market performance) yang terdiri dari tingkat pertumbuhan penjualan dan tingkat pertumbuhan konsumen. Selanjutnya menurut Robinson (1998) ada beberapa cara untuk mengukur kinerja perusahaan, yaitu pertumbuhan dalam penjualannya, yaitu menunjukkan peningkatan pelanggan yang dapat menerima produk perusahaan. Return on Equity (ROE), yaitu mengindikasikan keefektifan manajemen dalam menghasilkan pengembalian dana yang diinvestasikan oleh pemegang saham. Dalam studi ini kinerja diukur dengan mengembangkan dimensi yang digunakan oleh Prieto and Revilla (2006), yaitu kinerja keuangan (kelancaran arus kas), dan kinerja non keuangan yang terdiri dari tingkat persaingan pengguna, pertumbuhan penjualan, kemampuan mempertahankan pengguna.
Kemampuan yang harus dikembangkan setiap petugas polmas dalam rangka membangun kemitraan dengan masyarakat meliputi identifikasi kemampuan mempelajari keadaan/ kondisi masyarakat yang mengandung potensi atau mengandung berbagai kemungkinan yang dapat menimbulkan permasalahan kamtibmas didalam masyarakat, Penetapan prioritas kemampuan menyeleksi dan menentukan permasalahan yang perlu didahulukan penangannya, serta kemampuan berkonsentrasi terhadap rencana yang telah disusun agar tidak terganggu oleh usulan-usulan baru atau permasalahan yang kurang penting, ketepatan waktu kemampuan menyusun jadwal kegiatan dan penerapannya secara efektif dan tetap waktu . dalam hal ini, perubahan jadwal masih terbuka kemungkinannya berdasarkan negosiasi fihak yang terlibat, Efektifitas dan efesiensi kemampuan mengoptimalkan hasil pelaksanaan tugas dengan menggunakan sumber daya yang tersedia seminimal mungkin, Pertanggung jawaban selalu bersedia untuk mempertanggung jawabkan segala akibat dari tindakan yang telah dilakukan dalam pelaksanaan tugas atau dalam kehidupan diri, serta tidak mengalihkan pertanggung jawaban kepada orang lain atas kesalahan yang dilakukannya. Inovasi yaitu kemampuan membangun imajinasi dan kreatifitas guna mengembangkan kiat atau upaya , sehingga membuahkan hasil yang lebih optimal melalui pemanfaatan keterbatasan sumber daya yang tersedia.
Sedangkan konsistensi yaitu kemampuan menerapkan perlakukan atau tindakan yang standar yang sama terhadap situasi yang sama guna menjamin kepastian hukum, mengurangi rasa khawatir serta mempasilitasi hubungan yang nyaman dengan masyarakat, harus tempat janji selalu menepati atau memenuhi janji yang telah disampaikan kepada orang lain, guna menumbuhkan rasa percaya masyarakat, kemudian penuntasan pekerjaan secepatnya selalu berusaha menyelesaikan pekerjaan secepatnya tanpa menunda baik untuk kegiatan adminitrasi maupun pelayanan masyarakat seperti menerima pengaduan atau laporan dari masyarakat yang bersifat biasa atau urgensi serta pelayanan nirlaba memberikan pelayanan kepada masyarakat tanpa memungut biaya lebih dari yang telah ditetapkan didalam tarif resmi dan standar pelayanan yang telah disosialisasikan kepada masyarakat.
Kemampuan membangun kepercayaan masyarakat adalah kemampuan yang harus dimilki dan dikembangkan untuk membangun kepercayaan masyarakat meliputi kemampuan membaur dengan masyarakat membangun hubungan yang harmonis melalui kemitraan dan kerjasama dengan berbagai pihakdalam masyarakat guna menumbuhkembangkan rasa saling percaya dan saling menghargai kredibilitas.harus bersikap Luwes/ Supel / Fleksibel tidak bersikap kaku, melalinkan selalu terbuka menerima pendapat dan akomondatif terhadap masukan pendapat serta mampu mempertimbangkan perubahan berdasarkan informasi baru guna menghindari timbulnya konflik yang tidak produktif, serta apresiatif yaitu secara nyata selalu mengakui prestasi dan memberikan penghargaan kepada orang yang telah bekerja dengan baik, serta adil bersikap tidak memihak dan memperlakukan orang lain secara sopan, konsisten, tidak pilih kasih tanpa memandang perbedaan kelompok atau status warga (missal nya ketokohan dan atau kewenangan)
Seorang Babinkamtibmas dilapangan harus berani mengatakan kebenaran serta keberanian berkata tidak terhadap suatu kegiatan atau aktifitas, kepeutusan, atau permintaan yang pantas untuk ditolak atau mendapatkan jawaban tidak dan keberanian berkata Ya : untuk memberikan persetujuan terhadap suatu kegiatan atau aktifitas, keputusan , atau permintaan yang pantas untuk diterima atau dan selanjutnya dilaksanakan dengan konsukwen serta menghindahi sikap atau tindakan yang berputar-putar , sehingga menimbulkan kesalahan persepsi dan atau kesan negative dari masyarakat. dan harus tidak mengenal istilah kalah menang senantiasa mencari jalan pemecahan yang sdaling menguntungkan (win-win solution) dengan tidak menonjongkan pertanyaan ataupun persepsi pihak mana yang kalah dan pihak mana yang menang guna menghindari terjadinya dampak negative dalam masyarakat, seorang Babinkamtibmas harus professional tindakan yang dilakukan selalu mendasari kepada kewajiban untuk melaksanakan tugassecara benar, sesuai prosedur serta tehnik pelaksanaan tugas yang berlaku dalam profesi kepolisian serta tidak melibatkan masalah pribadi : menghindai gosif dan atau hal hal pribadi lainnya serta tidak membangun hubungan pribadi yang berpotensi mengurangi efesiensi dilingkungan kerja dan kemitraan dan mengakui kesalahan : secara ksatria dan terbuka mengakui atas kekeliruan tindakan atau kesalahan dan berusaha tidak berbohong atau menutup nutupi kesalahan serta mengelak tanggung jawab atas kesalahan yang dilakukan.
Kinerja Babinkamtibmas juga menerima tugas-tugas sulit tidak menghindari tugas-tugas yang sulit yang menjadi bagian dari kewajiban serta bertanggung jawab dalam membangun kemitraan dan perencanaan sistematis mampu mengembangkan rencana terstruktur dan sistematik, menerapkan secara konsisten dan meninjau ulang serta mengubah rencana untuk disesuaikan dengan perkembangan sistuasi dan informasi di dalam pelaksanaan program kemitraan, harus efesien mampu memanfaatkan sumber daya seminimal mungkin untuk mencapai hasil semaksimum mungkin, tidak boros tenaga dan memastikan bahwa sumber daya yang dikeluarkan seimbang dengan manfaat yang akan dicapai serta tetap pokus senantiasa memahami semua tujuan jangka panjang dan jangka pendek, tidak menyimpang dan tetap mengusahakan pencapaian tujuan dan yang terpenting adalah memahami atas memahami filosofi dan tujuan yang ingin dicapai.
Dalam pencapaian tujuan yang dimaksud mestinya semua Babinkamtibmas mempuyai kendala yang dihadapi dilapangan akan tetapi dituntut untuk bekerja semaksimal mungkin oleh atasannya dan masyarakat yang ada dilingkungan dimana Babinkamtibmas tersebut bertugas, serta dalam menyelesaikan permasalahan yang ditangani oleh Babinkamtibmas tersebut harus memberikan masukan yang bijaksana dan dapat dimengerti oleh semua pihak serta pelaksanaan tugas Polmas secara efektif dan efesien dapat dijalankan, dengan didasari oleh rasa oleh tugas yang memang itu perlu dilaksanakan serta merupakan kewajiban setiap petugas Polmas dan harus adanya pertangung jawaban atas pelaksanaan tugas dilapangan untuk selalu siap dalam menyelesaikan masalah hal ini sesuai dengan Firman Allah dalam surah Al Hujarat ayat 9 yang berbunyi :

                             •   
Artinya Dan jika ada dua golongan orang mukmin berperang maka damaikanlah antar keduanya, jika saah satu dari kedua orang itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain , maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali. Kepada perintah Allah. Maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adilah sesungguhnya Allah menyukai dengan orang-orang yang berlaku adil.

Perubahan budaya Polri sebagai syarat penerapan Polmas yaitu antara lain adalah untuk menunjang keberhasilan penerapan polmas, diperlukan penerapan budaya dari yang dapat menghambat penerapan Polmas menjadi budaya yang kondusif bagai kelancaran penerapan Polmas. Dari budaya yang menekan herarki, pangkat dan kewenangan menuju penekanan pada partisipasi, kreatifitas dan kemampuan beradaptasi. dan dari budaya penekanan pada kebiasaan praktek dan prosedur yang berlaku menuju keseimbangan anatara kebiasaan yang lama dan prosedur baru, hal ini menuntut adanya kesediaan untuk mempertanyakan aturan, prosedur dan strategi yang berlaku, guna mencapai efektivitas optimal dan menjamin pemberian layanan sebaik mungkin. Serta dari budaya menunggu perintah atasan menuju kepada penekanan pengembangan inisiatif dan diskresi yang mendasar.kemudian dari budaya yang bersifat menentukan secara tetap /kaku menuju kemampuan beradaptasi dan fleksibiliti, selanjuynya dari system tertutup dan kurang bertanggung jawab kepada masyarakat menuju kepada keterbukaan, komunikasi dan pengakuan atas kegagalan atau keberhasilan yang dicapai, dan yang terakhir dari menonjolkan solidaritas internal (inward looking) menuju profesionalisme ekternal (outward looking)
Perubahan pola penugasan Polri untuk keberhasilan Polmas untuk menunjang penerapan keberhasilan Polmas, diperlukan perubahan pola penugasan polri dari pola yang menghambat penerapan polmas menjadi pola penugasan yang kondusif bagi kelancaran penerapan Polmas dan perubahan dari fokus yang sempit yang hanya mengutamakan pengendalian kejahatan ( penegakan hukum) sebagai tanggung jawab utama polisi menuju ke fokus yang lebih luas yang meliputi pengendalian kejahatan , pelayanan masyarakat pencegahan kejahatan, dan pemecahan masalah dalam masyarakat (agar dicatat bahwa Polmas tidak meninggalkan penegakan hukum), dan dari pola penugasan yang hanya tertuju kepada kejahatan berat menuju ke pola penugasan yang memprioritaskan pemecahan masalah yang ditentukan melalui konsultasi dengan masyarakat, selanjutnya dari pendekatan yang ada pada dasarnya reaktif terhadap masalah kejahatan dan kekerasan menuju keseimbangan anatara kegiatan reaktif dan proaktif.serta dari respons cepat terhadap semua permintaan pelayanan menuju respons yang berbeda-beda tergantung pada kebutuhan dan prioritas, kemudian dari penanganan kejadian yang secara sporadis (terpisah-pisah/seniri-sendiri), menuju pola penugasan yang komprehensif meliputi identifikasi kecenderungan, pola tempat rawan kejahatan, dan mencoba menangani penyebab-penyebabnya, lalu dari pola penugasan yang tidak akrab dengan masyarakat menuju konsultasi dan hubungan pribadi dengan masyarakat di dalam FKPM , patroli dialogis, pos pos ditempat terpencil dan pos pelaporan yang bergerak, selanjutnya dari pola penugasan yang berbasis teknologi menuju pemolisian yang berbasis pada kebutuhan masyarakat yang menggunakan teknologi untuk kebutuhan masyarakat.dan dari pola penugasan yang mengutamakan penangkapan dan penuntutan sebagai jawaban dua tindakan yang mungkin diambil dari sejumlah pilihan yang dihasilkan melalui pemecahan masalah, dan selanjutnya dilihat dari pandangan bahwa polisi adalah satu satunya institusi yang bertanggung jawab atas pencegahan dan pemberantasan kejahatan menuju kepenakanan kerjasama antara polisi, instansi pemerintah badan pelayanan swasta, LSM dan organisasi-organisasi kemasyarakatan.
Perubahan gaya manajemen polri untuk penerapan Polmas yaitu untuk menunjang keberhasilan penerapan Polmas, diperlukan perubahan gaya manajeman dari yang dapat menghambat penerapan Polmas menjadi manajemen yang kondusif bagi kelancaran penerapan Polmas, perubahan gaya manajemen tersebut yaitu dari manajemen birokrasi sampai dengan manajemen strategik, dari manajemen administrasi menuju manajemen manusia dan dari manajemen pemeliharaan menuju ke manajemen perubahan
Perubahan model organisasi Polri untuk penerapan polmas yaitu untuk menunjang keberhasilan polmas ,diperlukan perubahan model organisasi dari yang dapat menghambat penerapan polmas menjadi model organisasi yang kondusip bagi kelancaran penerapan polmas dan perubahan model organisasi dari stukrur terpusat menuju kepada stuktur desentralisasi dengan tujuan untuk lebih mendekatkan polisi kepada masyarakat dan dari spesialisasi berlebihan menuju kepada keseimbamgan antara generalisasi dan spesialisasi serta dari standarisasi dan keseragaman menuju kepada keluwesan dan keberagaman kemudian dari gaya menejemen “komando dan pengendali” yang otoriter mennuju kepadagaya menejemen partisipato dan konsultasi, dari manajemen operasional yang mempertahankan status quo kenuju kepada kepemimpinan perubahan strategic, dari fokus strategik jangka pendek menuju terhapa fokus terhadap dampak jangka panjang dari strategic, dari penetapan tugas patroli yang sempit (peran petugas yang hanya terbatas menangani laporan dan mereka harus selalu bertindak menurut buku) menuju kepada penugasan patroli yang lebih luas (petugas patroli menjadi seorang generalis yang bertanggung jawab menangani laporan, memecahkan masalah menggerakan warga mencegah kejahatan dan laksanakan penyidikan awal terhadap kejahatan) dengan pengemban wewenang melakukan diskresi, kemudian dari pelatihan yang sempit (yang hanya menekankan kebugaran, beladiri dan penegakan hukum) menuju kepada latihan yang lebih luas (juga mencakup pengetahuan tentang pencegahan kejahatan, resolusi komplik, pemecahan masalah dan partisipasi masyarakat) serta dari peran mabes polri sebagai sumber perintah, peraturan dan undang-undang menuju kepada mabes Polri sebagai sumber dukungan,arahan norman-norma dan nilai-nilai, selanjutnya dari pengukuran kinerja berbasis kriteria kuantitatif (misalnya jumlah penangkapan) menuju kepada pengukuran kinerja berbasis kreteria kuantitatif (seperti pencapaian tujuan masyarakat atau pemecahan masalah) dan yang terakhir adalah dari ketergantungan yang besar kepada aturan dan perundangan undangan menuju kepada suatu pendekatan yang didorong oleh nilai-nilai didasari oleh pemolisian.
Kinerja Babinkamtibmas memerlukan manajemen operasional dan pokok-pokok yang perlu diperhatikan dalam rangka pelaksanaan manajemen operasional Polmas yaitu perencanaan berupa pemetaan dan penilaian evaluasi, pemutahiran dan pengolahan data, penilaian situasi, penentuan model polmas, penyusunan rencana kegiatan, penyusunan rencana kebutuhan anggaran.
Kinerja Babinkamtibmas pelaksanaan pengorganisasian petugas dan sarana, pelaksanaan kegiatan dan pengendalian kegiatan serta harus dapat menganalisa dan evaluasi pelaksanaan polmas, analisa permasalahan, hambatan dan alternatif pemecahan masalah, pengkajian kiat-kiat pengkajian polmas serta guna meningkatkan kualitas polmas perlu dilakukan analisa dan evaluasi secara periodik yang berlanjut terhadap pelaksanaan polmas sehingga dapat dijadikan bahan penilaian kemajuan Polmas
Kinerja Babinkamtibmas ada sarana untuk anev Polmas dapat dilakukan melalui sistem pendataan yang memungkinkan proses analisis dari satuan terbawah sampai pusat, penentuan kriteria keberhasilan polmas yang dapat diformulasikan ke dalam data kuantitatif ataupun kualitatif dan penyelenggaran penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan efektifitas polmas dan untuk penyesuaian perkembangan tantangan yang dihadapi.
Kinerja Babinkamtibmas dapat diukur dengan terpenuhinya indikator kinerja penerapan polmas dari aspek petugas yaitu
a. “Kesadaraan bahwa masyarakat adalah stakeholder yang harus dilayani :
b. kesadaran atas pertanggung jawaban tugas kepada masyarakat.
c. Semangat melayanai dan melindungi sebagai kewajiban profesi
d. Kesiapan dan kesediaan menerima keluhan / pengaduan masyarakat.
e. Kecepatan merespon pengaduan/ keluhan/ laporan masyarakat.
f. Kecepatan mendatangi TKP
g. Kesiapan memberikan bantuan yang sangat dibutuhkan masyarakat
h. Kemampuan menyelesaikan masalah, komflik pertikaian antar warga.
i. Kemampuan mengkoordinir /menanggapi keluhan masyarakat.
j. Intensitas kunjungan petugas terhadap warga.”

Pelaksana polmas harus terus di anev dan dikembangkan yang disesuaikan dengan perkembangan situasi dinamis dalam masyarakat yang terus selalu berkembang, serta pelaksanaan pemantauan (monitoring) Polmas dilakukan melalui pembuatan laporan secara periodik oleh teugas polmas kepada supervisor, laporan dan hasil evaluasi supervisor kepada pembina polmas, analisa data rekapitulasi laporan hirarki pembina polmas, survey merurut pendapat warga masyarakat setempat tentang penerapan polmas, survey kesan masyarakat terhadap kinerja polri.
2. Kerangka Pemikiran
Dalam strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat (Polmas) yang mengukur Kinerja Babin Kamtibmas di Polres Kota Bogor, strategi ini ini memang sudah dilakukan sejak tahun 2005, dengan beberapa Peraturan Kapolri untuk mencapai pemerintahan yang baik dengan tujuan Remunerasi atau kinerja berbasis anggaran, yaitu dengan tahapan adalah tahun 2005- 2010 adalah trust building atau orang menyebut dengan membangun kepercayaan masyarakat yaitu apakah Polisi mampu dengan waktu 5 tahun ini dapat membangun kepercayaan masyarakat, sedangkan dari sinilah polisi akan diuji terus oleh perkembangan jaman, kemudian di tahun 2011-2015 adalah Fathnership (kemitraan sejajar) dan Polisi disi juga diuji apakah mampu di tahun yang akan dating antara Polisi dengan masayarat saling percaya untuk menekan kriminalitas atau dengan banyak menyelesaikan masalah dipangan ataupun di wilayah masing-masing.
Oleh karena itu dengan melihat hal tersebut diatas maka penulis mempunyai pemikiran atau alur pemikiran apabila makin tinggi strategi yang direncanakan sesuai dengan apa yang dinginkan oleh polri dan masyarakat maka akan makin tinggi pula kinerja babinkamtibmas di jajaran Polres Kota Bogor, dan apabila semakin tinggi Implementasi Pemolisian masyarakat (Polmas) maka akan semakin tinggi pula kinerja Babinkamtibmas di Polres Kota Bogor selanjutnya apabila semekin tinggi strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat ( Polmas) maka akan semekin tinggi pula kinerja Babinkamtibmas Polres Kota Bogor, dan sebaliknya apabila makin rendah strategi yang direncanakan tidak sesuai dengan apa yang dinginkan oleh polri dan masyarakat maka akan makin rendah pula kinerja babinkamtibmas di jajaran Polres Kota Bogor, dan apabila semakin rendah Implementasi Pemolisian masyarakat (Polmas) maka akan semakin rendah pula kinerja Babinkamtibmas di Polres Kota Bogor selanjutnya apabila semekin rendah strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat ( Polmas) maka akan semekin tinggi pula kinerja Babinkamtibmas Polres Kota Bogor .
Karena fakta dilapangan masih jauh kinerja Babinkamtibmas yang diharapkan oleh masyarakat Kota Bogor, namun ada juga masyarakat yang sudah dapat menrasakan keberadaan Babinkamtibmas di wilayahnya hal ini tergantung keaktifan atau adanya rutinitas kinerja babinkamtibmas yang ada diwilayah masing-masing dapat mengenal secara dekat masyarakatnya atau Babinkamtibmas benar-enar dapat menyentuh keinginan dari masyarakat serta dapat mengakomodir dari keinginan tersebut sehingga terjalin adanya satu komunikasi yang baik antara Polisi dan Masyarakat guna membangun kepercayaan tersebut
Paradigma Pemikiran
Pada Kajian teoritis tentang “Pengaruh strategi dan Implementasi Polmas terhadap kinerja Babinkamtibmas studi kasus pada Polres Kota Bogor” di tampilkan dalam paradigm penelitian adalah pada gambar dibawah ini :









Gambar 1 Paradigma Pemikiran

Berdasarkan Gambar tersebut diatas yaitu kerangka pemikiran berpikir yang terproyeksi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
• Strategi (X1) mempengaruhi Kinerja Babinkamtibmas (Y) dan strategi (X1) berhubungan dengan implementasi Polmas (X2) yaitu berhubungan secara timbale balik antara X1 dan X2
• Implementasi Polmas (X2) mempengaruhi Kinerja Babinkamtibmas (Y) dan Implementasi Polmas (X2) berhubungan erat dengan Strategi(X1).
• Kinerja Babinkamtibmas (Y) dipengaruhi oleh Strategi (X1 dan Implementasi Polmas (X2).
• Strategi (X1) atau Variabel bebas 1 dan Implementasi Polmas (X2) atau Variabel bebas 2 mempengaruhi Kinerja Babinkamtibmas (Y), sehingga varibel X atau Bebas atau Variabel Independen 1 dan 2 mempengaruhi variable Y atau terikat atau variable dependen.