Rabu, 20 Januari 2010

Landasan Teoritis Konsep HAM di SDN SindangSari Kota Bogor

BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR
DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Landasan Teori
1. Hakekat Pemahaman tentang Konsep HAM
Pada bagian awal sudah diungkapkan bahwa sasaran pemahaman tidak semata berdimensi kognitif tetapi juga berdimensi keyakinan, cara pandang,
sikap, dan perilaku peserta didik sewaktu berinteraksi dengan fenomena
yang ada, namun perlu menyediakan beragam pengalaman belajar supaya sasaran pembelajaran non-kognitif tercapai seperti ini akan berimplikasi pada cara peserta didik menyikapi dan mencari solusi permasalahan sehari-hari terutama kaitannya dengan upaya menemukan keseimbangan/keselarasan hubungan antar manusia yang ada di bumi dengan beberapa aksi dalam bentuk perbuatan langsung. kegiatan pembelajaran yang bernuansa sustainable development atau dorongan dari adanya interaksi yang ada sat itu yaitu antara pengajar dan siswa yang saat itu belajar.
Menurut Gary D. Borich Pemahaman HAM oleh warga masyarakat untuk mengerti tingkah laku aturan yang melanggar hak hidup yang melekat pada seseorang misalnya (1) menampilkan contoh konkret keteladan, (2) menyediakan lingkungan kondusif, dan (3) memberikan program pembiasaan yang selalu konsisten setiap waktu.
Pengertian HAM sebagaimana diungkapkan oleh Jan Materson (anggota komisi HAM PBB) adalah “Hak-hak yang secara inheren melekat dalam diri manusia, tanpa hak itu manusia tidak dapat hidup sebagai manusia”.
Dalam UU RI No. 39 tahun 1999 tentang HAM, menyebutkan pengertian HAM adalah
“Seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta pelrindungan harkat dan martabat manusia”.

Dari pengertian tersebut maka didalam HAM terkandung dua makna, yaitu : Pertama HAM merupakan hak alamiah yang melekat dalam diri setiap manusia sejak ia dilahirkan di dunia. Kedua, HAM merupakan instrumen untuk menjaga harkat dan martabat manusia sesuai dengan kodrat kemanusiaannya yang luhur.
Menurut deklarasi PBB ada beberapa kategori HAM, yaitu :
1. Hak yang secara langsung memberikan gambaran kondisi minimum yang diperlukan individu, agar ia dapar mewujudkan watak kemanusiaannya, seperti :
- Pengakuan atas martabat
- Perlindungan dari tindak deskriminasi
- Jaminan atas kebutuhan hidup
- Terbebas dari perbudakan
- Perlindungan dar itindakan sewenang-wenang
- Kesempatan menjadi warga negara dan berpindah warga negara

2. Hak tentang perlakuan yang seharusnya diperoleh manusia dari sistem hukum, seperti :
- Persamaan dihadapan hukum
- Mempeorleh pengadilan yang adil
- Asas praduga tak bersalah
- Hak untuk tidak diintervensi kehidupan pribadinya
3. Hak sipil dan hak politik, yaitu hak yang memungkinkan individu dapat melakukan kegiatan tanpa campur tangan pemerintah dan memungkinkan individu ikut ambil bagian dalam mengontrol jalannya pemerintahan, seperti :
- Kebebasan berfikir dan beragama
- Hak berkumpul dan berserikat
- Hak untuk ikut aktif dalam pemerintahan
4. Hak sosial-ekonomi-budaya, yaitu hak yang menjamin terpenuhinya taraf minimal hidup manusia, dan memungkinkan adanya pengembangan kebudayaan, seperti :
- Hak untuk mendapatkan makanan, pekerjaan, dan pelayanan kesehatan
- Hak untuk memperoleh pendidikan dan mengembangkan kebudayaan”

Gagasan tentang HAM telah muncul sebagai gagasan yang membanjiri diskursus politik di nusantara sejak abad 18. Hal ini mungkin bisa menjelaskan mengapa dalam konstitusi negara, UUD 1945 dan UUDS, masalah hak asasi menjadi bagian dari pembahasan penting.
Dalam UUD 1945 sampai pada amandemennya tetap mengakomodir HAM. Hal ini terlihat dalam ketentuan BAB XA Pasal 28A sampai dengan 28J. Bahkan hal itu sudah dikembangkan lagi melalui perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, yakni UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, serta UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Mengenai Pengadilan HAM yang diatur dalam UU No. 26 tahun 2000, diberi tugas dan wewenang khusus untuk memeriksa serta memutuskan perkara pelaggaran HAM yang masuk kategori berat. Pelanggaran HAM yang berat meliputi (1) Kejahatan genosida (pembunuhan masal), merupakan perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, dan kelompok agama, (2) Kejahatan terhadap kemanusiaan, meliputi salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil.
Pelanggaran HAM yang tidak termasuk kategori tersebut diatas termasuk pelanggaran HAM biasa tidak diadili oleh Pengadilan HAM melainkan oleh Pengadilan Negeri.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah tindakan apa yang dilakukan masyarakat untuk meningkatkan pemahaman masyarakat pada lingkungannya agar tumbuh sikap menghargai hak dan kewajiban orang lain dalam pergaulan dilingkungannya Oleh karena itu perlu dicari jalan keluar untuk mengatasi masalah tersebut Sehingga dapat menciptakan suasana lingkungan kehidupan yang menyenangkan, aktif, kreatif, bisa bekerja sama dan membangun daya pikir yang optimal,Untuk itu melalui penelitian ini akan dicobakan suatu metode pembelajaran Kooperatif , adanya kerja sama dalam kelompok atau individu dari masyarakat itu sendiri dan dalam menentukan keberhasilan kelompok tergantung keberhasilan individu, sehingga setiap anggota kelompok tidak bisa menggantungkan pada anggota yang lain.Pembelajaran kooperatif menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal
”Menurut Sulis Merfanti Model pemberdayaan koperatif merupakan pendekatan Cooperative Learning yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara masyarakat untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai pemahaman guna merubah sikap saling menghargai”.

Kegiatan pemahaman selama menggunakan metode inkuiri ditentukan oleh keseluruhan aspek pemahaman di lingkungan, proses keterbukaan dan peran warga aktif. Pada prinsipnya, keseluruhan proses pemahaman membantu warga masyarakat menjadi mandiri, percaya diri dan yakin pada kemampuan intelektualnya sendiri untuk terlibat secara aktif. Peran tokoh masyarakat bukan hanya membagikan pengetahuan dan kebenaran, namun juga berperan sebagai penuntun dan pemandu serta Perannya adalah menjadi fasilitator dalam proses pemahaman . Bukan memberikan informasi atau ceramah kepada warga masyarakat. Tokoh juga harus memfokuskan pada tujuan pemahaman yaitu mengembangkan tingkat berpikir yang lebih tinggi dan keterampilan berpikir kritis warga. Setiap pertanyaan yang diajukan warga sebaiknya tidak langsung dijawab oleh tokoh, namun warga atau penanya diarahkan untuk berpikir tentang jawaban dari pertanyaan tersebut.

”Menurut Nur ” Masyarakat seharusnya mengembangkan kemampuan untuk lebih menajamkan dan lebih memfokuskan pertanyaan-pertanyaan yang rumusannya luas dan pendefinisiannya lemah. Suatu aspek penting dari kemampuan ini terdiri dari kemampuan warga masyarakat untuk mengklarifikasi pertanyaan-pertanyaan serta mengarahkannya ke arah obyek-obyek atau gejala yang dapat dideskribsikan, dijelaskan atau diramalkan dengan penyelidikan-penyelidikan ilmiah”.


Akhir-akhir ini usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) makin giat dilaksanakan. Salah satu bentuk usaha tersebut adalah melalui usaha peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan tidak terlepas dari kualitas proses dalam bermasyarakat. Yakni melalui proses pembelajaran dilingkungan tersebut akan diperoleh hasil langsung dari warga masyarakat seperti yang diharapkan dalam tujuan pemahaman yang telah dirumuskan. Jika ditinjau dari segi masyarakat , proses pemahaman terjadi pada dirinya apabila warga dapat beradaptasi dengan respon-respon yang datang dari lingkungan.
Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang relatif tetap. Dalam proses ini perubahan tidak terjadi sekaligus tetapi terjadi secara bertahap tergantung pada faktor-faktor pendukung pemahaman yang mempengaruhi warga. Faktor-faktor ini umumnya dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern berhubungan dengan segala sesuatu yang ada pada diri individu yang menunjang pemahaman , seperti inteligensi, bakat, kemampuan motorik pancaindra, dan skema berpikir. Faktor ekstern merupakan segala sesuatu yang berasal dari luar diri warga yaitu lingkungannya yang mengkondisikannya dalam pemahaman, seperti pengalaman, lingkungan sosial, lingkungan budayanya . Keberhasilannya mencapai suatu tahap hasil belajar memungkinkannya untuk belajar lebih lancar dalam mencapai tahap selanjutnya, Secara umum warma masyarakat di Indonesia ditentukan oleh kemampuan kognitifnya dalam memahami sebaran materi pelajaran yang telah ditentukan di dalam kurikulum.
“Menurut Soemanto bahwa tingkah laku kognitif merupakan tindakan mengenal atau memikirkan situasi di mana tingkah laku terjadi. Tingkah laku tergantung pada insight (pengamatan atau pemahaman) terhadap hubungan yang ada dalam situasi”.
Menurut Monks dan Knoers Dalam kognisi terjadi proses berpikir dan proses mengamati yang menghasilkan, memperoleh, menyimpan, dan memproduksi pengetahuan.
Menurut Hasan, Untuk dapat berpikir abstrak, warga masyarakat harus mempunyai kemampuan berpikir imajinatif yang baik. Oleh karena itu pemahaman warga masyarakat terhadap konsep-konsep, pengalaman sosial dan perkembangan intelektualnya harus terus ditingkatkan secara bertahap dan berkesinambungan dan konsisten serta terus menerus sehingga dapat terwujudnya pemahaman bagi warga masyarakat yang baik serta menghasilkan watak yang baik juga serta pemikiran tersebut dpat terwujud menjadi satu tingkah laku atau kedisiplinan yang baik dan diharapkan oleh semua pihak.
Menurut Oemar Hamalik “Kehidupan adalah memperkenalkan cara hidup yang baik serta dapat diterima oleh masyarakat yaitu dengan memberikan pengalaman sosial kepada warga masyarakat.” Atau dapat berinteraksi dengan baik di lingkungan masyarakat.
Mereka telah diberikan teori, cara, dan pemahaman secara sederhana tentang hubungan antar manusia. Di sekolah mereka mempunyai kesempatan yang baik untuk berhubungan dengan teman-temannya. Mereka belajar tentang keluarga, keagamaan, negara dan sebagainya. Pengalaman sosial juga harus mencakup pelajaran tentang bagaimana cara belajar, tekniknya, dan prosedurnya. Tentu saja hal ini akan berkaitan dengan membaca, menulis, dan menemukan bahan-bahan pelajaran yang relevan. Berhasil-tidaknya warga masyarakat belajar dalam lingkungannya tergantung pada kemampuan individu dan keahlian bersosial dalam memberikan dan menerima lingkungannya.
Di dalam ruang dan waktu untuk membedakan antara yang nyata dan yang tampak, dan secara bertahap menggunakan cara-cara yang lebih abstrak dalam mengenal dunia. Tahap-tahap perkembangan ini ditandai dengan perubahan-perubahan pola berpikir tentang aturan-aturan yang mendefinisikan hubungan sosial lebih daripada sekedar perubahan materi.
Selanjutnya Reder dan Anderson menyimpulkan bahwa seseorang yang mempelajari ringkasan dari teks sebuah buku memiliki skor tes yang lebih baik daripada seseorang yang mempelajari lebih mudah dengan cara belajar di lingkungan dari pada warga yang belajar membaca tek ”

“Menurut Messick, gaya-gaya merupakan keteraturan diri yang konsisten yang membentuk aktivitas-aktivitas manusia. Gaya-gaya berbeda dengan kemampuan karena konsep kemampuan pada dasarnya dikaitkan dengan apa dan berapa seseorang bisa melakukan sedangkan konsep gaya berkaitan dengan pertanyaan bagaimana aktivitas aktivitas yang ditunjukkan” .

Perbedaan ini bertambah jelas di dalam pengukurannya: kemampuan diukur dengan maximal performance test sedangkan gaya-gaya diukur dengan typical performance test. Lebih lanjut Furham menyatakan gaya-gaya belajar merupakan kasus khusus dari gaya-gaya kognitif walaupun perbedaan di antara keduanya tidak begitu jelas karena yang dipelajari mudah ke psikomotor atau langsung dari lingkungan.
Messick juga menegaskan gaya kognitif adalah sikap-sikap, preferensi-preferensi yang stabil, atau strategi-strategi yang menentukan penerimaan, proses mengingat, proses berpikir, dan memecahkan masalah . Dengan demikian gaya-gaya kognitif memfokuskan pada organisasi dan kontrol proses-proses kognitif secara keseluruhan sedangkan gaya-gaya belajar memfokuskan pada organisasi dan kontrol strategi-strategi belajar dan pemerolehan pengetahuan. Pintrich melihat gaya-gaya belajar sebagai proses memilih, mengorganisasikan, dan mengontrol strategi-strategi belajar. Strategi-strategi belajar ini meliputi strategi-strategi kognitif dalam menghafalkan, mengelaborasi, mengorganisasikan, dan mengingat akan lebih sulit dibandingkan dengan interaksi langsung dengan lingkungan itu lebih mudah diingkat sehingga sikap dan perilaku dapat berubah.
Menurut Wolf menyatakan secara umum, strategi-strategi belajar meliputi strategi-strategi psikomotor dan strategi-strategi meta psikomotor. Mereka mengidentifikasi dan mengkategorikan strategi-strategi psikomotor berdasarkan fungsi-fungsi khusus yang dimilikinya selama pemrosesan informasi.”

Hakikat manusia mengandung berbagai pandangan filsafat seperti Aristoteles menyebutkan bahwa manusia sebagai “animal intellect” yang terdiri dari badan dan jiwa. Plato, menganggap bahwa jiwa ini lebih tinggi nilainya daripada badan. Descartes menganggap bahwa badan dan jiwa mempunyai kedudukan yang sejajar. Sebagai mahluk yang beragama dan berbudaya manusia mempunyai ciri-ciri Antara Penggunaan lain ;
“Menurut Wabab dn A Aziz (1) tingkah lakunya senantiasa bertujuan, (2) merupakan suatu kesatuan organisme yang utuh Antara Penggunaan tubuh dan jiwanya, (3) tidak terpisahkan dari lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial, dan (4) mempunyai kodrat sebagai mahluk individu dan sekaligus mahluk sosial.”

Untuk memenuhi kebutuhan hidup , manusia berusaha memanfaatkan, mengelola, dan memanipulasi lingkungan . Baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialnya, semua itu ciptaan Tuhan, maka manusia juga menurut kodratnya berhubungan dengan Tuhan. Manusia harus dapat menyerasikan sikap dalam mengadakan hubungan dengan Dalam tujuan pendidikan nasional jelas menunjukkan bahwa pembentukan manusia seutuhnya meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Pendidikan sebagai pendidikan nilai merupakan hasil pendekatan antar disiplin, yang mencakup filsafat moral masyarakat yang mengandung berbagai pandangan kefilsafatan. Pandangan filsafat yang dimaksud adalah : “(1) pandangan social contract theory, (2) pandangan naturalism, (3) pandangan rasionalism, (4) pandangan social context theory, dan (5) pandangan demokarasi dalam pendidikan. “
Timbulnya pandangan perjanjian masyarakat Terhadap Peningkatan pendidikan dilatarbelakangi oleh suatu kondisi masyarakat Eropa pada abad ke-16 dan 17. Kondisi masyarakat Eropa pada waktu dililit suatu ketidakpastian, karena undang-undang berda di “mulut raja” yang bertindak sewenang-wenang dengan kekuasaan yang absolute, dan rakyat kecil dalam keadaan serba salah, serba ketakutan dan kecemasan Upaya untuk mengatasi ketidakpastian hukum itu maka dilakukan gagasan perjanjian masyarakat yang dipelopori Thomas Hobes dengan pandangannya yang dikenal “social contract theory “. Hubungannya dengan moral pada waktu itu tertuju pada sasaran untuk memberikan perlindungan Terhadap Peningkatan terjaminnya hak-hak rakyat dalam bidang sosial , ekonomi, politik, agama dan pendidikan yang ndidasari oleh suatu konsep perjanjian masyarakat.
Model ini dikembangkan oleh Lawrence Kohlberg, yang berasumsi bahwa “ perkembangan moral manusia berjalan melalui taraf-taraf, mulai dari taraf yang paling rendah sampai pada taraf yang paling tinggi.” Pendidikan moral dapat dicapai dengan cara kegiatan warga masyarakat dengan mengidentifikasikan perkembangan moral yang terdapat dalam masyarakat melalui penyajian masalah yang mengandung dilema, mendiskusikan pertanyaan lacakan (probe question), dengan mengemukakan berbagai argumentasi. Hasil diskusi dapat memungkinkan warga masyarakat mengubah pendirian awal dengan pendirian baru setelah diskusi selesai. Model ini mempunyai kontribusi Terhadap Peningkatan pendidikan moral dalam membentuk karakteristik manusia, karena didalam model ini dapat melatih siswa untuk mengembangkan pola sikap yang terpuji
Berdasarkan teori model diatas pendidikan nilai dipandang perlu untuk dikembangkan dalam kerangka pembangunan watak bangsa (nation character building) , terutama berkaitan dengan upaya menyiapkan generasi muda yang bermoral yang senantiasa mencerminkan akhlak mulia. Untuk peningkatan pendidikan nilai dalam konteks pewndidikan nasional saat ini telah dirumuskan konsep pendidikan budi pekerti secara integral dengan mata pelajaran. Dalam implementasinya di sekolah, pendidikan nilai “budi pekerti” dapat dikembangkan oleh semua guru dengan dilandasi berbagai pandangan filsafat, psikologi, dan teori kepribadian dengan mencermati hal-hal yang relevan. Pengembangan pendidikan nilai pada level sekolah diharapkan disamping siswa pandai dalam bidang keilmuwannya juga tetapi arif dalam beranalisis, santun dalam berbicara, memiliki etika dan tatakrama yang baik atau selalu mencerminkan akhlak mulia atau berbudi pekerti luhur.
Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia
Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseoarang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (Pasal 1 angka 6 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM).
Dalam Undang-undang ini pengaturan mengenai Hak Asasi Manusia ditentukan dengan berpedoman pada Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB, konvensi PBB tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita, konvensi PBB tentang hak-hak anak dan berbagai instrumen internasional lain yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia. Materi Undang-undang ini disesuaikan juga dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.
Hak-hak yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia terdiri dari
1. Hak untuk hidup. Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, meningkatkan taraf kehidupannya, hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin serta memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat.
2. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan. Setiap orang berhak untuk membentuk kelaurga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang syah atas kehendak yang bebas.
3. Hak mengembangkan diri. Setiap orang berhak untuk memperjuangkan hak pengembangan dirinya, baik secara pribadi maupun kolektif, untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.
4. Hak memperoleh keadilan. Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan secara obyektif oleh Hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan adil dan benar.
5. Hak atas kebebasan pribadi. Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politik, mengeluarkan pendapat di muka umum, memeluk agama masing-masing, tidak boleh diperbudak, memilih kewarganegaraan tanpa diskriminasi, bebas bergerak, berpindah dan bertempat tinggal di wilayah Republik Indonesia.
6. Hak atas rasa aman. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, hak milik, rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
7. Hak atas kesejahteraan. Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, bangsa dan masyarakat dengan cara tidak melanggar hukum serta mendapatkan jaminan sosial yang dibutuhkan, berhak atas pekerjaan, kehidupan yang layak dan berhak mendirikan serikat pekerja demi melindungi dan memperjuangkan kehidupannya.
8. Hak turut serta dalam pemerintahan. Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau perantaraan wakil yang dipilih secara bebas dan dapat diangkat kembali dalam setiap jabatan pemerintahan.
9. Hak wanita. Seorang wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam jabatan, profesi dan pendidikan sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan. Di samping itu berhak mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya.
10. Hak anak. Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan negara serta memperoleh pendidikan, pengajaran dalam rangka pengembangan diri dan tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum.

Melihat teori-teori tersebut diatas atau menurut para pakar yang ada serta dikuatnya dengan undang-undang tentang HAM, maka penulis berbendapat tentang Pemahaman tentang konsep Hak Azasi Manusia adalah suatu proses untuk menanamkan dan memahami kesadaran tentang seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang yaitu hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan. hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak wanita dan hak anak.

2. Hakekat Sikap Menghargai Hak Dan Kewajiban Orang lain.
Nilai-nilai Pancasila yaitu nilai yang dikandung Pancasila baik dalam kedudukan sebagai dasar dan idiologi Negara maupun sebagai falsafah dalam arti pandangan hidup bangsa. Nilai-nilai tersebut meliputi nilai dasar, nilai instrumental, maupun nilai praksis. Nilai dasar berupa nilai yang tetap dan tidak dapat berubah yang rumusannya terdapat dalam alenia IV Pembukaan UUD 1945, yang berupa nilai ketuhanan, kemanuasian, persatuan, kerakyatan, dan keadilan yang sekaligus merupakan hakikat Pancasila. Nilai instrumental merupakan arahan, kebijakan, strategi, sarana, dan upaya yang dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta perkembangan jaman. Adapun nilai praksis adalah nilai yang dilaksanakan dan dipraktekkan dalam kehidupan konkret.
Menurut Brijen TNI (Pur) Ikin Sodikin AS, “Mengemukakan tentang pemahaman sikap menghargai hak dan kewajiban dalam berorganisasi berdasarkan pancasila atau nilai pancasila adalah Planing, Organisasi. Actuating dan Controling”
Teori Planing. dari segi perencanan diharapkan setiap pembinaan memiliki program perencanaan kegiatan bertahap yang secara
langsung mampu menjabarkan Program induknya dan secara tidak langsung dapat memenuhi program eksternal bagi seluruh unsur satuan satuan pengguna dan memenuhi program internal bagi satuan satuan pembina.
Teori Organizationing. dari segi pengorganisasian hendaknya
mampu membina pembidangan tugas sehingga mampu menyelenggrakan
pembinaan secara bertahap, berlanjut dan menyeluruh.
Teori Actuating. dari segi penyelenggaraan kegiatan pembinaan
pembudayaan nilai-nilai Pancasila hendaknya setiap lembaga mampu
menanamkan nilai nilai Pancasila melalui upaya terprogram yang tepat
dan memadai.
Teori Controling. dari segi pengawasan pembudayaan niali-nilai
Pancasila hendaknya setiap lembaga mampu melaksanakan pengawasan
terhadap seluruh kegiatan melalui sarana kendali pembinaan.
Teori Sinergitas Hubungan atau komunikasi para pihak
dalam mewujudkan suatu tugas bersama akan memunculkan berbagai macam pola yang berbeda bila dihadapkan dengan elemen kepercayaan dan
kerjasama yang dimiliki oleh para pihak masing-masing. Tiga pola
tersebut meliputi yang pertama adalah Defensif. Tingkat kerjasama dan kepercayaan yang rendah akan mengakibatkan pola hubungan komunikasi yang bersifat pasif/ defensif. yang kedua adalah Respectful. Tingkat kerjasama dan kepercayaan yang meningkat memunculkan suatu pola komunikasi yang bersifat kompromi saling menghargai. Dan yang ketiga adalah Synergistic. Dengan kerjasama yang tinggi serta saling
mempercayai akan menghasilkan pola komunikasi yang bersifat sinergitas
(simbiosis mutualisme) yang berarti bahwa kerjasama yang terjalin akan
menghasilkan "Output" yang jauh lebih besar dari jumlah hasil keluaran
masing-masing pihak
Menurut Dr Ir Suharsa “Pembelajaran atau pembinaan yang menekan pada penciptaan kegiatan naluriah yang dilaksanakan secara berulang-ulang dengan menggunakan perintah singkat, jelas, dan tegas terhadap suatu aktivitas tertentu” . Pemberian rangsangan untuk berbuat sesuatu dapat diberikan dengan tekanan atau paksaan apabila aktivitas yang dikehendaki memerlukan perubahan secara cepat dan tepat. Konsep Biharvioristik tidak memberikan kesempatan seseorang untuk berpikir sebelum suatu aktivitas dilaksanakan tetapi seseorang akan dibuat memahami manfaat dari pelaksanaan aktivitas tersebut dalam waktu tertentu sehingga secara sadar seseorang akan menjiwai aktivitas tersebut dan pada akhirnya akan menjadi kebiasaan secara alamiah
Menurut Widya Iswara “Pembelajaran atau pembinaan yang menekankan pada penciptaan pemahaman, yang menuntut aktivitas, kreatif, produktif dalam konteks nyata dengan mempertimbangkan pandangan maupun pendapat semua pihak termasuk objek yang dibina. Dari konsep yang dikembangkan selalu dihadapkan pada pemahaman olehmasing-masing individu selalu dinilai sebagai keragaman berpikir yang senantiasa dapat diselaraskan. Proses menganalisa ditetapkan sebagai proses berpikir ulang, sehingga setiap permasalahan akan melahirkan kesadaran yang logis. Pada akhirnya setiap usaha sadar yang dilaksanakan masing-masing pribadi diharapkan akan melahirkan kinerja individu yang maksimal
Teori Pendidikan Globa Empat pilar pendidikan global yang perlu mendapat perhatian adalah 1) " Learning to think " ( berpikir) adalah proses pembelajaran yang memberikan kesempatan berpikir kepada setiap individu. 2) " Learning to do " (Berbuat) adalah proses pembelajaran
yang dapat memberikan kesempatan untuk bergiat atau bekerja sesuai
dengan perintah. 3) " Learning to be " (Berbuat sesuatu) adalah proses
pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan untuk mengembangkan
kreatifitas sesuai dengan buah pikirannya. 4) " Learning to live together " (Hidup bersama) adalah proses pembelajaran yang dapat membentuk jiwa korsa atau yang dapat membangun kerjasama dalam suatu kelompok.
Aspek Sosial Budaya Kemajemukan bangsa Indonesia memiliki tingkat kepekaan yang tinggi dan dapat menimbulkan konflik etnis kultural. Arus globalisasi yang mengandung berbagai nilai dan budaya dapat melahirkan sikap pro dan kontra warga masyarakat yang terjadi adalah konflik tata nilai. Konflik tata nilai akan membesar bila masing-masing mempertahankan tata nilainya sendiri tanpa memperhatikan yang lain. Perbedaan tata nilai juga dapat memicu timbulnya konflik sosial bahkan saat ini terjadi konflik horizontal yang berdampak kepada disintegrasi bangsa ditambah lagi dengan paham kedaerahan yang lebih kuat, sehingga dapat menimbulkan perpecahan persatuan dan kesatuan bangsa.
Kondisi saat ini apabila kita cermati banyak mengalami pergeseran nilai-nilai budaya bangsa yang selama ini menjadi acuan dan pedoman didalam mensejahterakan masyarakat baik itu melalui pendidikan, kesehatan, dan lain-lain belum dirasakan oleh seluruh lapisan
masyarakat baik diperkotaan maupun di pedesaan.
Di sisi lain perkembangan agama Islam yang hampir 90% dianut oleh masyarakat Indonesia saat ini mengalami kelunturan yang disebabkan
dari penafsiran yang keliru oleh sebagian kecil masyarakat Indonesia,
yang mana hal ini sangat bertentangan dengan sila kesatu Ketuhanan
Yang Maha Esa pada butir ke 6 yaitu "mengembangkan sikap saling
menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaan masing-masing". Juga bertentangan dengan butir ke 7 "tidak
memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa
terhadap orang lain". Lebih lagi hal ini sangat bertentangan dengan
butir yang ke 3 "mengembangkan sikap hormat menghormati dan
bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang
berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa". Umum Mencermati bab-bab terdahulu yang berisi tentang kondisi saat ini, kemudian adanya pengaruh lingkungan strategis baik global, regional maupun nasional dan adanya peluang dan kendala serta dihadapkan dengan kondisi yang diharapkan, maka pada bab ini akan diuraikan tentang konsepsi, strategi dan kebijakan serta upaya-upaya yang perlu diambil untuk dapatnya disosialisasikan kembali nilai-nilai Pancasila sebagai pandangan hidup dalam kehidupan masyarakat sehari-hari dan menjadi pembudayaan nilai-nilai Pancasila yang selama ini hilang.
Nilai-nilai Pancasila tersebut apabila dicermati secara mendalam yang memiliki peran sebagai dasar negara, idiologi nasional, dan pandangan serta falsafah hidup bangsa Indonesia akan mengandung tiga nilai yaitu meliputi Nilai dasar atau nilai intrinsik adalah nilai yang bersifat baku dan tidak bisa diubah-ubah sesuai dengan yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 pada alenia ke empat yaitu mengenai pembentukan tujuan negara susunan negara, sistem pemerintahan dan dasar negara Pancasila bahwa negara berdasarkan ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan dan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia dan Nilai Instrumental
Adalah merupakan nilai yang menjadi landasan normatif yang bersifat
kontekstual yang dituangkan dalam bentuk perundang-undangan sebagai
cerminan situasi perilaku kehidupan masyarakat, pemerintah dalam
melaksanakan kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai
instrumental ini merupakan penjabaran dari nilai-nilai dasar sebagai
arahan dalam kehidupan nyata yang harus diikuti dan dipatuhi oleh
seluruh masyarakat Indonesia sesuai dengan isi dari perundang-undangan
tersebut.selanjutnya Nilai praksis adalah merupakan petunjuk dan pedoman, tindakan dan prilaku seluruh masyarakat Indonesia yang harus melekat pada jiwa dan setiap pribadi warga negara Indonesia sebagai landasan semangat serta kebangganan warga negara Indonesia. Nilai praksis yang tertulis maupun yang tidak tertulis harus di implimentasikan didalam kehidupan masyarakat sehari-hari yang merupakan hasil dari penjabaran nilai-nilai dasar dan nilai-nilai instrumental, sehingga sangat
wajarlah bahwa Pancasila dijadikan sebagai pandangan dan falsafah
hidup bangsa dan merupakan rujukan utama dalam setiap permasalahan
Pancasila dihadapkan dengan situasi global saat ini dimana masalah yang dihadapi sangat banyak yang meliputi pengaruh idiologi lain
seperti paham kapitalis, liberal,komunis dan lain-lain yang mana akan
sangat berpengaruh terhadap nilai-nilai yang ada didalamnya, pengaruh
global, regional dan nasional akan berdampak terhadap seluruh aspek
kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara yang meliputi aspek
geografi, demografi, sumber kekayaan alam, idiologi, politik, ekonomi,
sosial budaya dan pertahanan keamanan yang semuanya ini akan
menimbulkan baik kendala maupun peluang.
Pancasila sebagai idiologi terbuka mampu menghadapi pengaruh tersebut diatas dengan kesaktian, keampuhan dan ketangguhannya serta yang memiliki sifat yang fleksibelitas, maka kendala yang ada dapat
dijadikan sebagai peluang untuk kepentingan bangsa dan negara.
Kesaktian ini telah dibuktikan oleh Pancasila dalam menghadapi
persoalan-persoalan dalam negeri yang hampir memporak-porandakan
bangsa Indonesia yang disebabkan adanya konflik horizontal antar agama
maupun antar golongan serta gerakan separatis yang mengganggu
pelaksanaan pemerintahan dimana kelompok separatis dimana semua ini
akan merupakan ancaman disintegrasi bangsa. Namun Pancasila mampu
mengatasi semua ini kembali menjadi kondisi dinamis,aman,damai dan
sejahtera sebagai salah satu tujuan dan cita-cita nasional.
Untuk tetap terpeliharanya nilai-nilai Pancasila agar tetap terpatri
di setiap jiwa dan kepribadian insan manusia Indonesia termasuk
pemerintahannya, maka diperlukan suatu konsepsi pembudayaan
nilai-nilai Pancasila melalui suatu kebijakan dan strategi-strategi
yang ampuh serta upaya-upaya yang secara konkret dapat dilaksanakan
oleh pemerintahan, golongan, LSM, keluarga dan masyarakat luar.
Setelah melihat dan membaca teori atau pendapat para pakar secara rinci tentang sikap menghargai hak kewajiban orang lain maka penulis berpendapat “Proses untuk berpikir, memahami, berbuat sesuatu, berbicara sopan, berperilaku santun kepada orang lain serta dapat membedakan antara sesuatu yang menjadi miliknya (hak) dan sesuatu yang harus dilakukan menurut aturan ( kewajiban)”

B. Kerangkan Berpikir
Untuk mencapai Pemahaman tentang konsep Hak Azasi Manusia adalah suatu proses untuk menanamkan dan memahami kesadaran tentang seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang yaitu hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan. hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak wanita dan hak anak.
Pencaian tujuan dari Sikap menghargai hak kewajiban orang lain adalah “Proses untuk berpikir, memahami, berbuat sesuatu, berbicara sopan, berperilaku santun kepada orang lain serta dapat membedakan antara sesuatu yang menjadi miliknya (hak) dan sesuatu yang harus dilakukan menurut aturan ( kewajiban)”
Pengaruh pemahaman tentang konsep Hak Azasi Manusia terhadap sikap menghargai hak dan kewajiban orang lain di SDN Sindangsari Kec Bogor Utara Kota Bogor harus adanya budaya oraganisasi atau lingkungan tentang pemahaman HAM tersebut jadi warga masyarakat pada umumnya hanya mengetahui kulitnya saja tentang HAM yang jelas mereka sebenarnya sudah tahu namun tidak dapat menjabarkan arti yang konkret tentang HAM tersebut sehingga berdampak kurang baik terhadap sikap menghargai hak dan kewajiban orang lain di SDN Sindangsari Kec Bogor Utara Kota Bogor oleh karena itu perlu adanya sikap yang tumbuh dari diri individu atau kelompok untuk mengajari atau memberitahukan tentang konsep HAM tersebut.
Maka penulis mempuyai alur pemikiran apabila pemehaman tentang konsep HAM tersebut baik atau pemahaman tentang HAM tersebut dapat dimengerti oleh siswa atau warga mesyarakat sudah mengerti dengan konsep HAM tersebut dan paham hingga dapat dijabarkan secara individu ataupun kelompok maka sikap menghargai hak dan kewajiban orang lain di SDN Sindangsari Kec Bogor Utara Kota Bogor akan lebih terealisasi atau akan lebih terakomodir dengan pengaruh pemahaman tentang konsep HAM terhadap sikap menghargai Hak dan kewajiban orang lain SDN Sindangsari Kec Bogor Utara Kota Bogor. Atau dapat terlihat dalam gambar seperti dibawah ini :









C. Pengajuan Hipotesis
Berdasarkan pada landasan dan kerangka berpikir, maka penulis mengajukan hipotesis bahwa “Terdapat Pengaruh pemahaman tentang konsep Hak Azasi Manusia terhadap sikap menghargai hak dan kewajiban orang lain SDN Sindangsari Kec Bogor Utara Kota Bogor”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar